Senin, 09 Juni 2008

Wawancara Ketua Humas GBKP dgn Pdt Mindawati Perangin-angin menjelang SKS

Jelang Sidang Kerja Sinode (SKS) SUDAH MANTAPKAH SDM GBKP? Bulan April mendatang Kepengurusan Moderamen saat ini akan berada dipertengahan periodisasi sebelum mengakhirinya pada tahun 2010. Ada 5 prioritas Program yang dicanangkan dalam periodisasi tersebut, yaitu tahun 2006 merupakan tahun Sumber Daya Manusia, diikuti tahun Koinonia atau Persekutuan pada tahun 2007, saat ini kita memasuki tahun Marturia atau Kesaksian, tahun depan tahun Diakonia dan akan diakhiri dengan tahun Kemandirian Dana. Untuk mengetahui sudah bagaimana pelaksanaan prioritas Program tersebut khususnya yang menyangkut SDM, berikut kami sajikan rangkuman pembicaraan Pemimpin Umum WGM, Setia Pandia (SP) dengan Ketua Bidang Personalia dan SDM GBKP, Pendeta Mindawati Peranginangin, Ph.D.(MP)

SP : Sejauh ini bagaimana Ibu Pendeta melihat SDM ditengah tengah GBKP Khususnya menyangkut personalia yang menangani semua unit Pelayanan maupun Biro biro yang ada sudah pas kah?

MP : seperti kita ketahui bahwa Kabid Personalia dan SDM adalah penambahan baru dalam struktur jajaran Moderamen yang diputuskan di sidang sinode 2005. Struktur dan Tata Gereja yang diputuskan di 2005 adalah baru bagi kita semua, sehingga semua kita, sebenarnya adalah dalam tahap “belajar bersama (learning by doing)” yang sekaligus juga bisa saya katakan bahwa periode 2005-10 ini adalah tahap transisi. Di tahap seperti ini sebenarnya memang haruslah dipimpin oleh pemimpin yang kuat dan yang tahu benar apa dan mau kemana GBKP ini dibawa. Mengapa? Karena jika tidak ,kita bisa bukan hanya tetap dalam stage stagnan tapi juga mundur, apalagi SDM kita secara umum agak susah untuk menerima suatu perubahan dengan cepat. Kita lebih dikuasai emosional daripada rasional serta jarak pandang yang pendek, sehingga kemampuan menganalisa tidak tajam dan kristis, maka masih susah untuk diajak melihat ke jarak jauh yang memang memerlukan cara berpikir yang terlatih dan objektif. Sebenarnya SDM Indonesia secara umum tidak dipersiapkan untuk menghadapi era informatika yang cepat sekali berubah. Pondasi SDM Amerika dan “Barat” secara umum sudah terlatih, karena mereka adalah bagian dari sejarah perkembangan fisafat yang berganti didominasi oleh pola rasa, belief atau pikir. Amerika memilih pragmatis, continental masih bertahan dengan eksistensialis. Keduanya tahu apa yang mereka pilih dan lakukan. Kita bagaimana? untuk menentukan pilihan dan arah itu, diperlukan pemikir, dan pemikir ini harus tidak dikuasai oleh kepentingan apapun, khususnya politik dan ekonomi. Kacaunya kita karena pemikir kita yang harus masuk dalam jajaran birokrasi kenegaraan ataupun gereja (karena SDM yang terbatas) terpaksa harus dipengaruhi kedua aspek ini, apalagi lembaga think-tank belum ada yang memadai. Saya pikir pasti alasan penambahan kabid personalia dan SDM diGBKP dikarenakan keprihatinan dan kesadaran akan pentingnya unsur SDM, mungkin karena melihat peta bahwa cukup signifikan penampakan not the right person at the right place. Apalagi kita masih berideologi: bagepe terakap; tidak ada rotan akarpun jadi; kemajuan seseorang adalah ancaman bagi kita; nepotisme; asal rutinitas jalan, dll. Jadi ketika Moderamen mendesign orang-orang untuk posisi di unit pelayanan, yayasan dan biro untuk periode 05-10, sewajarnyalah karena masih tahap awal dan transisi, maka komposisi terdiri dari muka baru dan muda bersama muka lama yang umumnya sudah berumur (ini biasanya di yayasan-yayasan). Yang muka baru dan muda adalah yang Moderamen pikir berpotensi untuk dikader ke depan, dan yang muka lama dipikirkan bisa membimbing dan membantu masa transisi berjalan ketujuan yang pasti. Nah menjawab pertanyaan anda apakah mereka-mereka itu sudah pas? Sewaktu itu dan hingga kini begitulah keadaan SDM kita. Berdasarkan keadaan SDM kita kini, membuat kita masih dalam stage dipas-pas-kanlah! Tapi tidak berarti kita tetap tinggal dalam stage ini bahkan menikmatinya! Membenahi dirilah- pembenahan harus dilakukan oleh personal (setiap orang) and institutional. Kabid SDM sebagai bagaian dari institutional memberikan kesempatan untuk study lanjut, study banding dan pembinaan-pembinaan melalui short courses dan seminar-seminar. Untuk personal, bukankah kita harus belajar seumur hidup? Jadi jika anda bertanya apakah mereka pas? Jawaban saya ya dipas-paskanlah! Tapi untuk periode 2010-2015 kita sudah tidak main dipas-paskan lagi, karena kita sudah dan akan mempersiapkan orang-orang semisal untuk di PWG, Alpha Omega, Gelora Kasih, Biro Teologia, Parpem, RC, BPIMG, BP3B, dan mengintensifkan seminar dan pelatihan baik melalui seminar teologia dan PWG, dll. Saran saya sebenarnya dalam masa transisi ini, karena masa yang tidak gampang untuk dilalui, kita bukan mencari-cari kekurangan ataupun kesalahan, tapi saling mengisi dan semuanya mau menampilkan yang terbaik. Do our best! Sikap seperti ini yang kurang nampak tidak hanya diGBKP tapi diseluruh Indonesia. Orang terbiasa menampilkan sekedar ada saja. Fighting spirit kurang dan idealisme sudah hampir pudar. Yang muda sudah terlalu pragmatis, lebih menutusi lobi dari pekerjaan, yang setengah tua dan tua sudah cenderung mencari voting dan aman. Cuma saya masih punya pengharapan, jika kita sevisi dan misi atas GBKP ini maka dalam sisa setengah periode ini kita bisa memaksimalkan keadaan yang dipas-paskanlah itu. Kuncinya ialah energy dan waktu difokuskan untuk saling membantu, menguatkan, bukan untuk saling menjatuhkan. SP : Terkesan adanya tumpang tindih dalam penempatan personalia tersebut misalnya pengurus Moderamen yang juga menjadi pengurus di unit Pelayanan ataupun Biro biro yang ada apakah tidak terdapat kesulitan dalam pelaksanaan kerja? MP : ini bukan disengaja, tapi karena kekurangan SDM tadi. Tumpang tindih terjadi biasanya karena kita mengharap agar tempat itu tidak sekedar pas-pasan saja, atau karena unsur Moderamen harus ada disitu. Jika anda tanya apakah tidak terjadi kesulitan dalam pelaksanaan kerja, jawab saya jelas ada. Saya mengambil contoh diri saya, saya Kabid Personalia dan SDM sekaligus ketua Biro Ekumene. Saya pikir saya dipilih jadi Kabid Personalia dan SDM waktu itu, salah satu karena pengalaman saya didunia ekumene. Karena kabid ini harus mampu melihat peluang-peluang dibagian dunia manapun untuk mengembangkan SDM GBKP, jadi tidak sekedar memutasikan pendeta. Karena pengalaman dan kemampuan saya maka Moderamen menetapkan saya mengetuai biro itu. Moderamen juga melihat kesibukan saya, maka dibuatlah team, sehingga ada sekretaris dan anggota ex officio. Kewalahan? Jelas saja, selesai dari kantorpun saya masih kerja di rumah. Cuma melihat work ethics di GBKP khususnya dan di Indonesia umumnya terus terang jabatan rangkap ini merisaukan saya, karena satu saja kita tidak biasa untuk melakukannya secara maksimal, apalagi dua atau tiga. Bagaimanapun seperti jawaban saya di atas untuk periode berikut haruslah rangkap-rangkap ini diminimumkan. Sehingga adalah keharusan bagi SDM untuk mempersiapkan ini. Kalau tadi kita bicara dari sudut kewalahan dan mutu kerja, dampak psikologis juga besar ditimbulkan jika Moderamen merangkap dilingkungan GBKP. Walaupun Moderamen dalam jabatan rangkapnya bukan sebagai ketua, walau hanya sebagai amggota, tapi semua disitu tidak bisa menutup mata bahwa ia adalah Moderamen. Atau Moderamen yang bersangkutan acap dengan sengaja menunjukkan bahwa dia moderamen sehingga terjadi kecanggungan bagi orang lain dalam team kerja itu.

SP : Di abad yang sudah maju ini dimana tehnologi sudah semakin canggih ada beberapa Gereja yang sudah mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tentunya dengan tidak meninggalkan ciri Pelayanannya. Bagaimana Ibu melihat posisi GBKP saat ini?

MP : bagaimanapun technology tidak berarti apa-apa tanpa SDM nya. Jadi jika SDM kita masih berpola pikir bagepe terakap; biar lambat asal selamat; dapat murah dan banyak, technology yang bukan semakin canggih, tapi sudah canggih, tidak berarti apa-apa bagi kita. Lihat saja dibanyak gereja orang sudah saling mengirim berita lewat internet, sehingga tidak ada yang terlambat, kita? di kantor klasis tidak di gugung, di medan saja jangankan internet, fax saja tidak ada. Jadi kita belum memprioritaskan komunikasi. Tidak heran yang sering terdengar adalah klasis ini belum menerima undangan moderamen karena undangan tidak atau belum sampai. SMS, internet dan yang sudah lama fax, haruslah sudah dimiliki oleh semua klasis kita. Bukan harga yang menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah kita belum melihat ini sebagai prioritas. Berapa besar anggaran yang kita buat untuk komunikasi? Laptop, power points, HP, computer, fax, kenderaan, bukan untuk gagah-gagahan atau gengsi, tapi untuk efisiensi pekerjaan. GBKP yang dalam masa transisi sudah menuju kearah itu. Mulanya di Moderamen sendiri agak susah untuk mewujudkan pemikiran bahwa technology adalah membantu kita untuk mengefisiensikan pekerjaan, tapi sekarang, perlahan tapi nyata ada perubahan. Mayoritas kita masih berpola pikir manusia produk agraris belum industri, sehingga prioritas masih pada kwantitas bukan kwalitas, bukan pada peningkatan pendidikan dan pengetahuan, mutu manusia dan kerja tapi pada pemolesan dan luas gedung tapi tidak pada peralatan untuk meningkatkan pekerjaan dan pelayanan. Gereja-gereja yang dibanjiri kebaktian minggunya sekarang mempersiapkan SDMnya untuk mampu menggunakan technology. Kebaktian menggunakan power points dengan layar lebar, sound system dan peralatan musik yang bermutu, song leaders yang bermutu, liturgis yang bermutu dan pengkotbah yang bermutu. Lakukanlah yang terbaik yang bisa kita lakukan dan berikanlah yang terbaik buat Tuhan, sehingga janganlah takut mengeluarkan anggaran besar untuk ini, karena kita akan memetik buah yang lebih besar.

SP: Menyangkut penempatan atau pemindahan Pendeta sepertinya masih menuai rasa kurang puas karena adanya kepentingan Pendeta itu sendiri, ada permintaan atau bahkan penolakan jemaat di Runggun, ada juga situasi Runggun Desa, Kota kecil, Kota Sedang atau Kota besar,bagaimana menyikapi itu semua agar tercapai jemaat yang Misioner?

MP : we can not please everybody, itu yang acap saya katakan, walaupun kita upayakan untuk mencapai win-win solution, Cuma harus diingat bahwa dalam proses mutasi:
1. Pendeta yang mau dimutasikan berbicara kemoderamen untuk menyampaikan concernnya, yang scopenya adalah diri dan keluarganya.
2. runggun yang mau ditinggalkan ataupun yang mau menerima tentu juga focus kekepentingan runggunnya dan
3. klasis focus kekepentingan klasisnya lalu
4. Moderamen harus melihat:
a. runggun yang ada di seluruh GBKP
b. perbandingan jumlah pdt dan runggun di tiap klasis
c. perbandingan jumlah pdt dan vikaris ditiap klasis
d. visi dan misi pdt, runggun dan klasis yang bersangkutan
e. realita bahwa jumlah pdt kita 249 dikurangi 20 ketua klasis, 6 di moderamen, 4 ditempatkan diluar GBKP; 5 cuti diluar tanggungan; 4 studi lanjut; 8 di lembaga GBKP, jadi yang megang jemaat total adalah 202 dengan 402 runggun.
f. Moderamen juga melihat perlunya beberapa pdt untuk mengisi unit penunjang dan biro di moderamen
g. Mempersempit gap klasis dengan memberi perhatian lebih kepada klasis yang disubsidi dengan meningkat kwantitas dan kwalitas pelayannya.
Berdasarkan point a-g tadi jelas moderamen memang lebih melihat kepentingan dalam mewujudkan pelayanan di Rg dan klasis daripada kepentingan pendeta, hal ini bukan hanya karena panggilan yang harus bersedia melayani dimana saja, tapi lebih berdasarkan realita kita yang belum memungkinkan kita untuk memberikan hak khusus pada pendeta yang istri atau suaminya yang PNS, istri atau suaminya yang maunya atau bekerja di kota tertentu, Rg kota atau P.Jawa. Banyak sekali karena kepentingan keluarga, Rg dan klasis tertentu, Kita terpaksa mengisi Rg dan klasis yang ini padahal yang lebih membutuhkan adalah Rg dan klasis yang itu. Saya pikir ulih latih simerdang dan keseimbangan klasis bisa menjadi pertimbangan kita semua.

SP : Tahun 2006 lalu merupakan tahun SDM GBKP, seberapa berhasilkah Program tersebut?

MP : SDM adalah asset jangka panjang, dalam arti tidak cepat kita petik buahnya, makanya mayoritas kita tidak tertarik berinvestasi di SDM. Setahun tidak ada artinya jika berhenti disitu, tapi tahun SDM bagi saya, jelas terus. Tahun 2006 sebagai tahun SDM bagi saya mengagetkan juga, selain sebagai bidang yang baru di Moderamen, juga tahun 2005 dihabiskan untuk mengerti apa dan mau kemana struktur dan Tata Gereja yang baru ini. Moderamen saya pikir sampai tahun 2006 masih belajar untuk menguasai masing-masing job descriptionnya. Ditahun SDM Moderamen menganjurkan jemaat untuk memprioritaskan dana ke pembangunan SDM bukan fisik. Saya melihat beberapa Rg dan pribadi yang memberikan beasiswa kepada pendeta kita untuk studi dan pengadaan buku-buku. Cuma saya belum mendapat laporan dari Rg yang menyekolahkan pdtnya, yang umumnya mengambil M.min, apakah ada perubahan yang signifikan dalam pekerjaan setelah pdtnya mendapat gelar itu di Rg ataupun klasisnya, karena ada juga ketua klasis yang sambil mengambil M. Min ataupun M.Th. Ada beberapa klasis yang sudah mempunyai perpustakaan. Perlu juga litbang kita meneliti peningkatan minat baca jemat kita. Cuma program peningkatan SDM belum nampak secara signifikan di klasis dan Rg, apalagi secara umum PWG kita jalan di tempat. Dalam tahun SDM, Moderamen dalam hal ini kabid personalia memperkenalkan sekaligus hendak memulai penerapan formulir laporan dan evaluasi Pendeta yang akan diisi oleh Pdt, Runggun dan Klasis dalam upaya melihat kinerja kerja dan visi misi pendeta tidak hanya bagi dirinya, tapi juga bagi Rg dan klasis dimana ia melayani; melihat kegiatan pelayanan dan visi, misi Runggun serta klasis; melihat kinerja klasis, serta peran GBKP di konteks ekumene dan masyarakat, namun belum terterima para pendeta. Selain karena belum tersosialisasi sekali dampak dan kegunaan formulir ini bagi Kabid dan juga pengembangan Pendeta, Rg dan Klasis, tapi juga karena kita belum terbiasa untuk mengevaluasi dan dievaluasi. Padahal disemua organisasi sekarang sudah harus menerapkan PME (Planning, Monitoring and Evaluation), kita menganggap masih tabu, dievaluasi berarti direndahkan sehingga takut menyinggung hati. Kita lupa bahwa gereja juga adalah organisasi yang harus ditata dengan menggunakan system management. Makanya gereja juga perlu menggunakan kecanggihan technology. SDM kita belum terlalu siap untuk hidup di era komunikasi ini. Peningkatan SDM menurut kami adalah sangat signifikan melalui pembinaan para pertua dan diaken, sehingga kami terus melakukan pembinaan ditaraf sinodal melalui program seminar teologia. Dampak seminar ini kami lihat nyata dalam peningkatan SDM. Secara merata di GBKP kita mulai membicarakan dasar teologia GBKP sebenarnya adalah Calvinis, walaupun tidak dikatakan bahwa kita harus Calvinis forever; secara merata kita membicarakan Tata Gereja dan Konfesi GBKP; teologia kontekstual, peningkatan ekonomi jemaat; civil society, dll. Inilah sebenarnya peningkatan SDM awal yang hendak team SDM capai. Keberhasilan tahun SDM nanti kita lihat buahnya!

SP : Apakah ada dilakukan terobosan bagi peningkatan SDM GBKP khususnya peningkatan Keimanan bagi para Pendeta, Pertua, Diaken maupun personalia lainnya agar GBKP benar-benar Bangkit?

MP : wah pertanyaan-pertanyaan yang berat dan penting. Terobosan, kata yang penting dimana sipenerobos harus selain bermental kuat tapi juga harus tahu benar apa dan mau kemana terobosannya! Kalau formulir evaluasi dan point-point yang diutamakan oleh Moderamen dalam Mutasi adalah terobosan, itulah yang kami sudah lakukan untuk personalia. SDM GBKP kan artinya semua jemaat GBKP, luas itu-, terobosan hanya bisa kami lakukan melalui seminar teologia kepada Pertua dan Permata. Ada juga keinginan untuk bekerjasama dengan Moria dan Mamre. Cuma masih dalam skope Pertua dan Permata saja, Seminar ini sudah diobok-obok dianggap pemborosan, mudah-mudahan tidak karena unsur kepentingan politik. Padahal kita tahu dan tidak bisa menyangkal dampak peningkatan yang merata dari seminar ini. Inilah makanya saya katakan bahwa pola pikir dan pandang mayoritas kita masih produk manusia agraris belum industri. Jadi menganggap pembinaan SDM itu adalah pemborosan. Dalam seminar selain terobosan-terobosan pola pikir, kami juga mencoba menerobos pola ucap dan tindak, itulah refleksi iman bukan? Spiritualitas kita memang kering di protestan, karena memang tidak prioritas di tradisi kita. Lihat kurikulum di Sekolah teologia dan pembinaan kita, amat sedikit bahkan hampir tidak ada. Retreat, kebaktian padang bagi kita adalah gawah-gawah. Kita sangat dipengaruhi oleh spirit aufklarung dan materialisme. Sebenarnya GBKP sudah cukup lama mengenal kebutuhan spiritualitas, dengan mendirikan Retreat Centre, Cuma ketika mendirikan ini kita belum membarenginya dengan pembinaan kejemaat melalui PWG tentang apa dan bagaimana pentingnya spiritualitas itu, dan mempersiapkan orang untuk melaksanakan program itu di RC. Saya pikir inilah yang telah dilakukan Pdt Tiolina dulu dan sekarang saya harap diteruskan oleh direktur yang ada kini. Kami SDM cukup concern dengan aspek ini, karena seperti yang anda katakan bahwa untuk benar-benar bangkit , para presbiter GBKP harus diterobos spiritualitasnya, sehingga kami mencoba mendesign crash program yang bertujuan untuk membuahkan pendeta yang mendapatkan pendidikan seimbang aspek kognitif dan spiritualitas, makanya dari awal sejak mendesign sudah bekerja sama dengan sekolah Tinggi Filsafat Sinaksak yang mempersiapkan para Pastor untuk gereja-gereja Katolik di P. Sumatra dan Kalimantan. Untuk mencapai tujuan ini maka rector STFT tidak segan menawarkan bahkan selama sebulan pelaksanaan crash program dilakukan di STFnya, dengan mensubsidi biaya, agar tercapai tujuan untuk menghasilkan calon pendeta yang bermutu dalam akal dan budi. Untuk personalia inilah terobosan yang kami lakukan membina calon pendeta kita dengan mendidiknya sendiri dengan melibatkan Doktor doctor Katolik untuk ilmu dan spiritualitas, Doktor-Doktor dari gereja lain dari dalam dan luar negeri untuk bidang studi lain, serta langsung melibatkan siswa di pedesaan GBKP dan belajar tentang GBKP dan semua aspeknya. Di crash program juga nanti kami harapkan bisa membuka kesempatan bagi para pertua maupun anggota jemaat untuk mendapat kesempatan yang sama. Kami juga bekerja sama dengan STF Sinaksak dalam membina spiritualitas para pendeta kita. Sebenarnya selain pembinaan spiritualitas kita juga harus menegakkan peraturan, status dan tanggung jawab yang jelas sebagai seorang pertua dan diaken. Mungkin ini bisa dilakukan tahun 2009 sebagai terobosan. Untuk pembinaan pertua dan diaken bgaimanapun kami harus bekerja sama dengan PWG.

SP : Apa pendapat Ibu tentang Biro Humas dan Informasi GBKP maupun WGM seberapa pentingkah peran kehadirannya ditengah-tengah jemaat maupun masyarakat umumnya dan bagaimana untuk menjadikannya lebih baik lagi?

MP : Biro Humas dan Informasi adalah sangat penting, karena biro inilah yang memperkenalkan dan menginformasikan pikiran-pikiran GBKP ke jemaat dan masyarakat. Sehingga komposisi di biro ini adalah orang-orang yang tidak asing di dan bagi media dan wakil sekum moderamen sebagai sumber informasi berita moderamen dan biro ini di bawah secretariat umum. Cuma saya pikir biro ini belum bekerja maksimal. Apakah karena kegamangan dimana ada dua Moderamen di dalam biro ini? Ataukah karena gap pola pikir dan tindak antara biro dan Moderamen? Ataukah karena kesibukan anggota bironya? Kalau kita bertujuan untuk memperkenalkan GBKP kemasyarakat, biro inilah yang melansir berita ke media dan melalui websitenya. Saya pikir moderamen sendiri belum jelas mau seberapa jauh ingin memperkenalkan GBKP ke masyarakat. Apakah ingin seperti tehbotol, apapun makanannya, minumannya harus teh botol. Kalau moderamen sudah tahu dengan jelas maunya apa, maka haruslah juga sudah ready dengan anggarannya. Jangan mau beli jaguar, anggaran yang ada untuk carry. Untuk konsumsi jemaat WGM cukup signikan perannya. Cuma yang saya lihat peran redaksi sangat minim. Majalah sudah seperti bundelan berita, sudah hampir seperti warta jemaat Methodis, GPIB atau GKI dan iklan bernuansa primordial. Tidak ada editor bagian teologia sehingga tanpa diteliti, semua tulisan teologia apapun masuk, bahkan kadang tidak tepat dibagian refleksi teologis. Sebagai yang concern akan teologia GBKP jelas saya Agak terganggu, karena tidak merefleksikan apa yang hendak dituju Moderamen dan pergumulan di konven Pendeta. Yang bingung jemaat, karena jemaat berpikir apa yang dimuat di WGM pasti yang sudah diaminin GBKP. Saya juga concern akan siapa consumer WGM ini, berapa persen orang tua, berapa persen pemuda juga level pendidikan dan lokasi. Memang ada Beras Piher yang bagaimanapun harus terbit tahun ini, yang langsung dari awal sudah dikatakan artikelnya harus berformat akademik, sehingga sasarannya jelas, dan WGM bagaimana?

SP : Sebagai pertanyaan terakhir, apa harapan Ibu kepada semua personalia maupun jemaat GBKP agar semua bisa menjadi saluran Berkat ditengah kehidupan berjemaat maupun ditengah masyarakat yang majemuk ini?

MP : lakukan pekerjaan kita sebaik mungkin (do our best); pakailah waktu sebijaksana mungkin (use our time wisely); berpikirlah positif, terbuka dan optimis; dalam masa transisi diera komunikasi dan majemuk ini ini belajarlah untuk hidup berdampingan dengan saling melengkapi. Inilah kesaksian kita!

Tidak ada komentar: