Kamis, 12 Juni 2008

Personalia Dan Sumber Daya Manusia GBKP.

Personalia Dan Sumber Daya Manusia GBKP.


Garis besar tulisan ini telah disampaikan dalam pertemuan Moderamen dengan Pengurus Inti Klasis GBKP se Indonesia 2005, dan dibenahi disana sini untuk dimuat di Maranatha agar semua warga GBKP bisa menyimak dan mengambil peran dalam rangka peningkatan SDM kita.

Latarbelakang munculnya bidang Personalia dan SDM dalam struktur Moderamen periode 2005-10:

Seperti yang pernah dimuat di Jurnal Beras Piher, Tata Gereja 2005-15, dan Garis
Besar Pelayanan (GBP) yaitu bahwa:
- “kurangnya tenaga pelayan khusus penuh waktu secara kwantitas dan kwalitas (GBP, 10), dan:
- “dilihat masih ada kesempatan untuk membenahinya” (GBP, 11), dan:
- “jika tidak ditangani secepat mungkin akan menjadi ancaman terhadap fungsi GBKP di masyarakat” (GBP, 12).
Maka berdasarkan data dan analisa di atas dibuatlah satu dari tiga prioritas program GBKP untuk periode 2005-10 adalah:
- “Meningkatkan sumber daya secara kwantitatip maupun kwalitatip” (GBP, 16).

2. Situasi SDM Indonesia dibandingkan SDM di Negara-Negara Asia Tenggara (Asean), Eropah dan Amerika.



Tidak bisa disangkal bahwa Indonesia menempati urutan yang paling bawah dalam data ranking pendidikan se-Asia. Posisi Indonesia malah lebih rendah dari Vietnam, negara yang baru saja “bangun” setelah ditinggal Amerika tahun 1975. Pendapatan perkapita Indonesia juga bisa dimasukkan di strata bawah diantara negara-negara di Asia Tenggara. Dan Singapore selain Brunei adalah negara yang pendapatan perkapitanya paling tinggi. Dua negara yang luasnya bisa dikatakan hanya seluas satu propinsi dari propinsi kecil yang Indonesia miliki. Jika Brunie diuntungkan oleh minyak yang cukup banyak, Singapur tidak memiliki sumber alam yang bisa diandalkan.

Dalam konteks Asia, negara yang penduduknya “bermata sipit” mempunyai pendapatan perkapita paling tinggi, seperti: Jepang –yang mulai beranjak mengejar “Barat” dengan Restorasi Meijinya, dan satu-satunya negara di Asia yang menjadi anggota G8- , Korea, Hong kong, dan disusul oleh Taiwan dan China (main land). Umumnya negara-negara itu mempunyai 4 musim, seperti umumnya negara di Eropah dan Amerika. Keadaan alam memang “memaksa” manusia untuk memberdayakan potensinya. Upaya manusia memang awalnya untuk sekedar mempertahankan hidup, namun kemudian meningkat menjadi kepeningkatan mutu kehidupan, dan akhirnya tiba di level untuk hidup yang menyenangkan.

SDM di Eropah melesat perkembangannya setelah era Pencerahan (ketegangan antara Empirisme dan Rasionalisme) di abad XVII. Di era inilah Eksplorasi dan penguasaan lahan di benua lainnya, Asia, Africa dan Amerika. Orang-orang dari Negara yang berukuran lebih kecil dari propinsi Sumut berhasil menduduki Negara besar, seperti Indonesia selama ratusan tahun, begitu juga Afrika Selatan, India, dll. Kembali, unsurnya adalah SDM yang mampu berpikir (kwalitas lebih berperan dari pada kwantitas).

Sekarang, Amerika, “the super power” memiliki natural resources yang handal, SDM yang handal dalam kwalitas dan kwantitas. Begitu juga China, Cuma bedanya Amerika lebih memiliki cadangan devisa. Dengan uangnya, Amerika mampu membeli SDM dimana saja, termasuk tenaga-tenaga ahli disegala bidang. Negara yang paling ditakuti di dunia yang tidak mau didikte sama “Barat” adalah China. Ekonomi dan politik sangatlah terkait. Dan itu yang mempengaruhi nilai-nilai yang ada kini. Dan kita masuk dalam pengaruh pendiktean nilai-nilai (termasuk agama) yang dihasilkan atau diarahkan oleh Negara-negara yang memilik ekonomi tinggi yang juga sekaligus mempunyai bargain politik yang tinggi. SDM Indonesia yang tidak terlatih untuk berpikir tapi hanya tahu “membeo,” karena system pendidikan yang salah, sehingga dalam satu periode (5 tahun) hanya melakukan pekerjaan rutinitas, tidak akan pernah “merdeka.”


Hubungan antara Pendidikan dan mutu SDM

Dari pemaparan di atas bisa dilihat bahwa tingkat kemakmuran hidup satu negara bertitik tolak bukan dari luas atau kekayaan alamnya, tapi dari mutu manusianya. Sehingga tidak heran jika dalam PL menuliskan bahwa hanya kepada manusia dari antara semua ciptaan Tuhan yang dimandatkan untuk mempertahankan keadaan alam semesta untuk tetap baik atau sangat baik (Kej 1:27,28, 31).

Jadi kembali sumber utama adalah kemauan SDMnya. Dari Negara-negara yang saya sebut diatas terkenal sebagai Negara pekerja keras dan disiplin. No pain- no gain!


3. Etika SDM dan Sistem Kerja

Kalau dikaji dari kebangkitan semua Negara yang tertera di atas, juga Negara-negara yang terlibat dan “hancur” karena Perang Dunia ke II, contoh Jerman, adalah kedisiplinan dan kerja keras. Begitu juga yang mendasari SDM dari Negara-negara “bermata sipit” di Asia. Kenapa Negara-negara yang berkulit sawo matang di Asia (Indonesia, Philipina) dan mayoritas negara Afrika sangat lambat dalam perubahan? Saya pikir saya setuju apa yang dikatakan Soedjatmoko dalam Etika Pembebasan, hal ini dinamakannya sebagai isolasionisme cultural. Bukankah etika Protestan adalah yang mendasari munculnya Kapitalisme kemudian (Max Weber). Calvin yang beralaskan Paulus dalam banyak teologianya, juga sangat menekankan disiplin dan kerja. Negara yang beralaskan etika protestan/calvinis, biasanya sangat hemat dalam menggunakan semua sumbernya: waktu, materi dan alam, dan tingkat korupsi juga sangat rendah. Etika kerja Paulus yang sejajar dengan Khong Hu cu, Tidak kerja-tidak makan!

Sistem Kerja/ Jam Kerja

Di Amerika orang bekerja 8 jam satu hari, dipotong 15-30 menit makan siang. Sehinga dalam satu minggu 7 ½ x 5= 37 1/2 jam. Lebih dari sini disebut over time. Dan over time ini punya rate tersendiri. Dalam setiap tempat job description sudah jelas. Sehinga seorang yang mau melamar satu pekerjaan yang pertama dilakukan adalah melihat job description, lalu mengkaji kemampuan diri. Over qualified sering terjadi, karena kompetisi yang kuat, tapi under qualified amat sangat jarang, karena orang tersebut akan membunuh dirinya sendiri. Karena kebanyakan yang over qualified, sehingga acap terjadi, sambil menekuni kerjanya tetapi terus mencari kerja yang tepat denagn kemampuannya. Umumnya manusia Amerika berorientasi uang dan mutu. Keloyalan kepada satu perusahaan agak kurang (pragmatisme dan kebudayaan instant/ popular mulai di sini). Setiap orang berkompetisi untuk mendapat posisi yang lebih bagus dan bayaran yang lebih tinggi. Tidak ada waktu dan tanaga yang dikeluarkan di take it for granted. Sehingga time is money. Di sini yang dibutuhkan adalah kehandalan mutu dan sikap mental yang harus siap pada perubahan yang cepat. Nilai dan analisa yang objektif sangat ditekankan. Semuanya harus ada data. Kalau gelar harus sah. Tidak ada promosi tanpa bukti. Mendapat rekomendari atau surat pernyataan adalah tidak gampang. Honesty is the best policy. Kenaikan jenajang, kedudukan, selalu berdasarkan analisa yang objektif.

Kita bagaimana (Kekinian)

Waktu kerja dikantor Moderamen adalah dari pukul 8 hingga 14. Perincian waktu: dari pukul 8-8.30 kebaktian. Pukul 10.30-11: snack. Pukul 12.30-1- makan siang. Sehingga dari 6 jam yang tertulis, yang terpakai untuk pekerjaan adalah 6 – 1 ½= 4 ½ jam/hari, sehingga dalam seminggu adalah 4 1/2 x 5= 22 ½ jam + hari Sabtu yang jam kerjanya dari pukul 8-12, dengan perincian: 4 jam dikurangi I jam untuk kebaktian dan snack = 3 jam, total satu minggu 25 ½ jam. Selisih waktu kerja kita dengan Amerika juga dengan yang tertulis dalam UU ketenagakerjaan psl 27 adalah sedikitnya 12 jam dalam semingu. 48 jam dalam sebulan dan 624 jam dalam setahun. Semua PKPW dan pegawai adalah personalia (tanaga kerja) GBKP. Bagaimana penerapan ini oleh PKPW di runggun dan kantor klasis? Ironisnya, keadaan seperti ini kita pertahankan. Malah dengan penekanan bahwa tidak ada kebutuhan penambahan jam kerja. Yang dibutuhkan adalah efisiensi pengunaan yang 25 ½ jam itu dalam seminggu. Ini belum kita kurangi dengan absent karena menghadiri kerja-kerja, baik dalam posisi apa saja kita disitu. Target kita selalu dalam level “better than nothing!” “Mampu saja untuk mengulangi apa yang ada sudah bagus itu!” komentar seperti ini acap didengar. Padahal kita yang hadir di sini adalah aparat inti GBKP, yang harusnya memiliki idealisme untuk berorientasi mewujudkan semaksimal mungkin kemampuan dan waktu. Selama ini kita berada (dan saya harap kita tidak puas dengan itu) dalam stage rata-rata. SDM kita SDM rata-rata; runggun rata-rata; klasis rata-rata. Jalan ditempat. Tidak ada beban dan guilty feeling (yang biasanya teradopsi oleh SDM yang menganut Calvinisme) jika tidak ada perkembangan yang positif ke depan dalam runggun atau klasis kita. Tidak ada evaluasi program kerja. Tidak terbiasa menganalisa grafik perkembangan yang ada, apalagi yang sudah melebihi 10 tahun tinggal dalam satu klasis (ini bisa terjadi karena klasis tsb dimekarkan). Kita hidup dalam era globalisasi, tapi mental kita masih mental masyarakat agraris feudal yang harusnya sudah kita runtuhkan (bandingkan: Demokrasi Filipina: Gaya Amerika, tetapi Perilaku Masih Asia, Kompas, 26-7-2005, hal. 8). Orientasi kedudukan dan kekuasaan tanpa didukung oleh kemampuan dari sudut SDM dan dana adalah cirri bangsa ini belakangan ini (lihat Kompas 25-7,2005, tajuk rencana, pandangan atas sikap birokrat atas Revaluasi Yuan, “Tidaklah keliru kalau dikatakan kelemahan dari bangsa kita adalah tidak mau capek dan selalu berupaya berlari dari kenyataan.” Lihat juga uraian Mochtar Lubis, Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia , serta tulisan-tulisan anthropolog Koentjara Ningrat).

Mau kemana kita (keakanan)

- Ada dua cara menghadapi harapan. Pertama dengan langsung melakukan tindakan dan atau kedua melakukan evaluasi dan menata organisasi serta system. Kedua hal inilah yang kita lakukan dalam menuju pencapain SDM kita yang yang tidak pernah puas terhadap hasil yang dicapai, selalu ingin belajar, profesional serta takut akan Tuhan (GBP 61). Wujud SDM seperti ini juga yang dikemukakan oleh Soedjatmoko dalam Soedjatmoko dan Keprihatinan Masa Depan. Ia menuliskan bahwa manusia sekarang harus “well informed” (serba tahu, jadi suka membaca); memiliki kecintaan belajar (life long learning); memiliki kemampuan analisa yang tajam, berpikir secara integrative dan konseptual. Memiliki kemampuan berespons dengan cepat akan perubahan yang cepat. Memiliki kemampuan menalar secara rasional. Memiliki kemampuan bersikap kreatif dan bertanggung jawab (dimensi moral dan spiritual).


4. Program kerja.

Berdasarkan kemampuan setiap orang yang berbeda, dan daerah pelayanan yang berbeda, maka diperlukan peta PKPW (database) dan runggun GBKP. Di dalam peta PKPW ada data biografi, kemampuan intelektual (menganalisa, kreatif dan inovatif); kemampuan emosional dan spiritual; kemampuan ketrampilan: pertanian, perternakan, perikanan, home industri- koperasi dll; kemampuan berkomunikasi dan interaksi. Dalam peta daerah pelayanan GBKP ada statistic setiap rungun (klasis) , jumlah anggota (KK), anak-anak, remaja, pemuda, perempuan (moria) dan Mamre. Latarbelakang pendidikan pertua dan diaken. Keadaan alam dan mata pencaharian. Potensi runggun (klasis). Data geografis (kota; semi kota; desa; desa terpencil; daerah pegunungan; daerah pantai; industri; daerah perkebunan; daerah campur sari (majemuk) dll), harus dipadukan dengan anthropologis sosiologis dan psikologis, sehingga PKPW yang diutus bisa mewujudkan firman allah dalam stage kehidupan yang memadai (factor ekonomi/kesejahteraan jemaat dan masyarakat).
Berdasarkan ini maka setiap calon pendeta kita dibekali dengan kemampuan ketrampilan. Dipikirkan di sini, akan adanya kerjasama di sekolah theologia dengan Parpem -yang direncanakan juga untuk dikembangkan dari sudut kwantitas dan kwalitas- dalam rangka pembinaan personalia GBKP.
Jelas disamping peningkatan kemampuan ketrampilan juga diperlukan peningkatan knowledge, yang bisa dilakukan dalam bentuk;
- otodidak- sehingga diperlukan perpustakaan dengan buku yang memadai
- menghadiri seminar di dalam maupun di luar negeri
- melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi.
- Studi banding di dalam maupun di luar negeri.

Keempat hal diatas akan terlaksana dan menghasilkan hasil yang maksimal jika personalia kita memahami tidak hanya bahasa Indonesia, selain bahasa karo, tapi juga bahasa- bahasa asing (lingua franca international).

Berdasarkan pemaparan di atas bisa dikatakan bahwa haruslah selalu ada dialog antara peta PKPW dengan peta GBKP. Peta PKPW harus sebisa mungkin bisa mengikuti peta GBKP yang akan berubah dengan cepat di era informasi ini. Atau karena jumlah personalia penuh waktu GBKP yang tidak banyak, seharusnyalah peta PKPW yang bisa mengarahkan peta GBKP. Dalam arti PKPW yang berperan sekali dalam menciptakan peta GBKP yang bagaimana yang ingin kita wujudkan.

Bagaimana peta yang sekarang, apakah kedua peta bisa melakukan dialog? Kita lihat saja Runggun, Klasis dan Moderamen kita. Apakah Runggun, Klasis dan Moderamen kita sudah sudah bisa memberdayakan anggota dan masyarakat sekitarnya? Cukup lama saya merenung atas criteria apa selama ini yang digunakan di dalam pemberian SK kepada para Pendeta kita yang ditempatkan di p.Jawa; di rungun-runggun besar di kota Medan seperti B. Srangan; Polonia, Km 7 dll? Bagaimana system mutasi kita selama ini? Apa dasar pemindahan seseorang yang masa kerja belum sampai 5 tahun sudah diberikan kepercayaan memegang runggun seperti Batang Serangan, atau Kabanjahe Kota, atau Jakarta Pusat atau Cililitan misalnya? Saya merasa tersingung, marah dan sedih ketika mendengar beberapa pertua dari gereja yang sama, yang dikategorikan gereja kota, mengeluh kepada saya mengatakan bahwa Pendetanya tidak bisa mengimbangi pertuanya. Padahal setahu saya adalah bahwa dahulu BP runggun tsb yang meminta pendeta yang dimaksud untuk melayani di gereja tsb. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu dan yang paling penting dikarenakan belum adanya system pemetaan tadi. Hingga paper ini saya bacakan yang terjadi di GBKP kita dalam proses pemutasian lebih banyak karena pendekatan pribadi. Apakah PKPW dengan Ketua Klasis, atau PKPW ke Ketua Runggun tertentu, tanpa dialaskan oleh data yang objektif. Dan seperti yang dituliskan di atas bahwa untuk menghadapi harapan salah satunya adalah melakukan tindakan. Dan dalam hal ini adalah mulai sekarang dilakukan tindakan agar upaya pendekatan pribadi tersebut tidaklah mendominasi factor pemutasian.

Sehingga untuk lima tahun kedepan:
Penempatan PKPW berdasarkan peta yang ada, yang sedang dalam proses dipersiapkan. Sejalan dengan ini juga kita akan memetakan pegawai kita, dan mengupayakan adanya rotasi di semua pegawai GBKP.
Seperti yang ditulis di atas bahwa dalam peta PKPW akan ada data kemampuan dari segala bidang. Data ini dominant didapatkamn dari hasil penilaian atas analisa yang dilakukan atas semua PKPW dan pegawai GBKP yang dilakukan oleh Runggun dan Klasis persemester. Penilaian dari Runggun dan Klasis persemester ditembuskan ke Moderamen. Form penilaian akan kami kirimkan ke klasis dan Klasis akan membagikannya ke Runggun. Penilaian atas kinerja Klasis berdasarkan perbandingan laporan yang diberikan pertahun. Laporan-laporan ini yang mempengaruhi aspek kenaikan pangkat seseorang. Sehinga kenaikan pangkat berkala sudah tidak berlaku lagi.
Mengkader PKPW GBKP dan Pegawai untuk siap melanjutkan pekerjaan di GBKP untuk periode 2010-2015 dan seterusnya, khususnya dibidang-bidang yang belum/atau kurang kita miliki (lihat hal 4. di atas). Hal yang segera dilakukan adalah melibatkan beberapa PKPW dalam team pendamping team inti Teologia Kontekstual yang akan dipusatkan di PPWG. Minggu ke 3 september 2005- 2008, peningkatan kemampuan dan gelar (ke Strata S1) bagi semua Guru Evangelis yang mampu. Kuliah tahun pertama di PPWG oleh team GBKP untuk proses penyeleksian. Tahun kedua dan ketiga akan dilakukan kerjasama antara GBKP dan STT Abdi Sabda (atau lainnya).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sekali lagi masalah SDM kita...

terima kasih bu atas kejelian ibu melihat kelemahan kita.saya salut atas upaya yg ibu lakukan.tetapi dari beberapa tulisan yg ibu buat ttg SDM dan kerja/waktu,tersirat byk tantangan yg ibu hadapi.saya mohon ibu tdk terlalu reaksional menghadapi itu semua.itu adalah hal wajar mengingat ibu telah melihat "lukisan" itu dari jauh ke depan sedangkan kami melihatnya terlalu dekat sehingga hanya "hidung"nya saja yg kami lihat.tapi saya yakin "cahaya paskah" itu telah kita lihat di depan dgn apa yg telah ibu lakukan.saya yakin jalan itu penuh duri dan onak,tapi percayalah sang ketua sinode yg agung itu akan memberi kekuatan pada ibu dan kita semua yg melihat kinerja ibu.

selamat "merevolusi" SDM GBKP

regards
yobta/yobta.tarigan@tanindo.com