Kamis, 12 Juni 2008

Panggilan dan Tanggung Jawab Sebagai Pelayan Tuhan

Panggilan dan Tanggung Jawab Sebagai Pelayan Tuhan


Sebelum kita membahas judul di atas biarlah kita melihat dulu pengertian dari panggilan di bagian satu dan pelayan di bagian dua, lalu mencoba untuk menemukan kedua pengertian ini sebagai kesimpulan dari judul di bagian ketiga.

Panggilan

Panggilan berasal dari kata kerja panggil. Cerita mengenai panggilan atau yang berhubungan dengan kata panggil yang subjek dari kata kerja adalah Allah (Tuhan) dan objeknya adalah manusia ditemukan di PL dan PB.
Dalam PL di Kej 3:9 (Adam) ; Kel 19:20 (Musa); Yes 41:9 (Israel hamba Tuhan) , 25 (pelepas Isreal) ; 43:1 (Israel kepunyaan Allah); 45:4 (Isreal pilihan Allah); 49:1 (pengakuan hamba Tuhan); 65:12 (orang berdosa); 66:4 (orang yang berdosa); Hos 11:1 (Israel)

Dalam PB cerita mengenai panggilan lebih acap ditemukan. Hal ini dikarenakan cerita pemanggilan merupakan satu genre umum (chreia)[i] yang ditemukan dalam cerita pengalaman keagamaan dan dalam riwayat hidup filsuf di dunia kuno. Dalam Injil sangatlah nampak aspek ini dimana kita melihat Yesuslah sebagai yang berinisiatif untuk memanggil dan Ia menuntut respons atas panggilannya dengan segera dan tidak bersyarat (meninggalkan semuanya dan mengikuti Yesus) khususnya terhadap para calon muridnya, lihat Mark 1:16-20; 2:14; 5:18-19; 10:17-22; 10:46-52; Luk 5:1-11; 9:57-62; Yoh 1:35-51.
Dan tidak ada ditemukan dalam tradisi synopsis bahwa ada seorangpun yang berhasil menjadi murid Yesus berdasarkan inisitaifnya sendiri secara sukarela (bandingkan dengan apa yang tertulis di Yoh 6:65; 10:3-5, 14, 26-28; 15:16; 21:20-22). Juga lihat cerita di Luk 9:57-62 (bandingkan dengan Mark 10:17-22).

Dari pemaparan diatas jelas nampak bahwa tidak ada seorangpun yang bisa memutuskan untuk menjadi murid Yesus karena inisiatif hanya bisa datang dari Yesus saja. Dan pernyataan ini dengan manis disimpulkan di Yoh 15:16: kamu tidak yang memilihKu, tapi Akulah yang memilihmu!
Dan melihat pernyataan Yesus akan konsekwesi dari orang yang dipilih seperti yang tertulis di
Mark 1:7 Aku akan membuat engkau menjadi penjala manusia
Mark 10:21: pergilah, juallah apa yang engkau miliki
Lukas 9:58; serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarangnya, tapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya
Luk 9:60 biarlah orang mati menguburkan orang mati
Luk 9:62 setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa untuk menjadi muris Yesus haruslah berani untuk hidup dengan tidak berfamily (lack of family); tidak punya rumah (homelessness); kelaparan (poverty) dan sangat gampang (target) untuk diserang/disakiti (vulnerability). Pernyataan tentang kondisi pemuridan berkembang setelah kematian Yesus seperti yang terdapat di Mark 8:34-38 (setiap orang yang mau mengikuti Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku—konsep martir // Luk 14:25-33) ; 10:28-31 (reward bagi yang tulus sebagai murid).


2. Pelayan

Kata benda pelayan diterapkan pada sesorang atau komunitas (bangsa Israel; orang Kristen) yang menyerahkan dirinya untuk melayani (kata kerja). Sunjek dari kata kerja, melayani disebut majikan yang terdiri dari sesama manusia ( Kej 16:3; Ul 28:48; 2 Raj 5:2); Allah dan Kristus. Pelayan Allah disebut nabi, imam, rasul, pekabar injil dll (Kel 14:31; 1 Sam 2:11; Maz 104: 4; Yes 61:6; Yer 15:11; Yoel 1:13; Ez 5:11; Dan 7:10; Rom 15:8) dan pelayan Kristus (Luk 1:2 , Yoh 12:26; Kis 26:16; 1 Kor 4:2; 2 Kor 3:6; 2 Kor 6:4; Ef 3:7; Ef 6:21) bisa disebut para murid dan rasul.

Menjadi pelayan atau hamba Allah atau Kristus adalah karunia Allah semata. Dalam arti bahwa Allah yang menetapkannya (Im 25:42,55; Ayub 2:3; Yes 41: 8; Yes 42:1; Yes 43:10; Yes 44:1; Yes 49:3; Yer 7:25; Dan 6:21; Mat 12:18; Kis 26:16; Ef 3:7; cf. 2 Kor 3:5-6; 2 Kor 5:18).

Tugas dan fungsi seorang pelayan adalah melayani kepentingan tuannya dalam hal ini Tuhan (Kristus) dan tuannya (Tuhan) sendirilah yang memampukan pelayan ini menjalankan tugas pelayanannya, lihat: Yoh 12:26 barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikuti Aku dan dimana Aku berada, di situpun pelayanKu akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa; 2 Kor 3:6 Ialah yang membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu PB.
Sehingga keberadan pelayan hampir identik dengan tuannya (Tuhan) dalam hal ini pola tindak dan ucap, dikarenakan pola pikir dikendalian oleh tuannya (Tuhan/Kristus), lihat 1 Kor 4:2. Yang dituntut dari para pelayan adalah mereka harus dapat dipercayai; 2 Kor 6:4 kami adalah pelayan Allah, yaitu dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran; Mat 20:28 Markus 10:45 Sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang; Rom 7:6 melayani dalam keadaan baru menurut roh dan bukan dalam keadaan lama menurut Taurat; Gal 5:13 dipanggil untuk merdeka sehingga layanilah seorang akan yang lain dengan kasih.

Kemampuan untuk melayani ini adalah karunia (Rom 12:7,11; 1 Kor 12:28; Ef 4:16), dan status pelayan berbeda dengan pengertian secular (pola pikir kita yang ada di sini) adalah status yang tertinggi di dalam alkitab (Luk 22:26; Yoh 12:26) yaitu sebagai pemimpin. Sehingga dalam tata gereja kita itu nampak dalam fungsi pendeta sebagai gembala, guru dan pemimpin.

3. Panggilan dan tanggung jawab sebagai pelayan Tuhan

Seperti telah dipaparkan di atas bahwa panggilan adalah kata kerja yang subjeknya adalah Allah dan objeknya adalah manusia. Dan initiative pemanggilan datangnya dari Tuhan semata. Jika kata itu dikaitkan dengan kata benda benda pelayan, nampak sekali keterkaitannya mengingat menjadi pelayan juga adalah karunia Allah semata (inititif pemilihan Allah) dan kemampuan melayaninya juga. Tidaklah heran jika Yesus menuntut respons yang immediately dan unconditionally karena konsekwensi sebagai yang dipanggil oleh Yesus adalah kehidupan yang tidak gampang, lack of family, homelessness, poverty dan vulnerability (bandingkan: 2 Kor 6:4 kami adalah pelayan Allah, yaitu dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran). Tuntutan berat yang hanya bisa dihadapi jika kita berani hidup sederhana dan tidak sama dengan dunia (Rom 7:6 melayani dalam keadaan baru menurut roh dan bukan dalam keadaan lama menurut Taurat). Tidak ada yang tidak bisa karena Pemanggil atau majikan sendiri yang memampukan kita (Rom 12:7,11; 1 Kor 12:28; 2 Kor 3:6; Ef 4:16). Mampu atau tidaknya kita, bergantung dari apakah kita hidup di dalam yang memanggil kita atau majikan (tuan) kita (Yoh 12:26). Keberadaan yang dipanggil atau pelayan haruslah mendekati atau bahkan identik dengan yang memanggil atau majikannya. Proses pemastoran Katolik sudah dibina sejak mereka dalam pendidikan Seminary. Proses pembentukan menuju kekeidentikan Yesus (imitation of Christ) ditempa dengan mendapat penilaian yang tinggi bahkan acap sebagai factor yang menggagalkan seseorang untuk mendapatkan gelar sarjana filsafat dan teologinya. Setelah berhasil mendapat kesarjanaan proses pembentukan terus berjalan sampai yang bersangkutan layak menyandang status sebagai seorang pelayan Tuhan. Penuntutan bukan hanya dalam kesederhanaan tapi juga dalam penyerahan total diri tanpa harus membagi waktu dengan pasangan atau anak.

Bagaimana dengan di GBKP?

Katolik masih menjadi mayoritas di dunia dengan pusat ajaran dan aturan di Vatican. Protestan, baik Lutheran dan Reformed yang sudah sangat beragam dalam denominasi dan aliran. Munculnya banyak gereja baru kini janganlah terlalu cepat untuk mencherishnya sebagai buah dari Roh Kudus, tapi kegagalan gereja dalam mengamban tanggungjawabnya sebagai gereja yang melayani. Program dan konsep pelayan dalam satu gereja didasarkan pengertian akan gereja itu sendiri dalam konfesinya. GBKP cukup bagus dalam program dan konsep tentang pelayan yang dikategorikan dalam presbiiternya, Cuma hal ini belum diimbangi dengan dengan penegakkan disiplin dan pelayanan pastoral (PRT). Bukti keterpanggilan amat samar muncul dalam pola ucap dan tindak para pelayan yang notabene dalam pemaparan di atas adalah menjadi pelayan hanyan bisa jika dipanggil dan dipilih Allah. Penyerahan diri totally pada Allah masih sangat dipertanyakan di GBKP. mayoritas masih berorientasi mewujudkan kinerja kerja rutinitas asal ada. Waktu dan tenaga lebih difokuskan pada hal dan kepentingan pribadi dan keluarga. Mau mati untuk gereja (Yesus)? Tuntutan yang diberikan dalam proses pemuridan di gereja awal! Di GBKP? IP 2.75, karena ketika kita membuat evaluasi kinerja kerja yang menyeluruh mayoritas bergeliat resah. Mengembalikan panggilan sebagai dasar para pelayan di gereja yang juga adalah milik Kristus amatlah sukarnya kini. Tapi bukan berarti tidak bisa. Yang harus kita lakukan kini bagi para pelayan adalah melihat ke diri kita apakah factor panggilan itu ada disitu dengan kesadaran penuh konsekwensi dari perwujudan pemanggilan seperti yang dipaparkan di atas. Jika tidak, dan masih melihat bahwa dasar melayani karena tidak ada lahan lain yang dapat dan mampu digurati, didominasi, marilah kita berpikir ulang apakah tetap mau bertahan dan hanya mendatangkan kestressan bagi kita maupun jemaat yang dilayani, atau memutuskan untuk keluar dan mulai merenung diri untuk mengerti akan rancangan Allah pada diri? Bagi kami, selain menerapkan disiplin Personalia, retreat dan pembinaan, juga studi lanjut diprogramkan untuk personalia GBKP. Apapun program Personalia, tujuannya adalah menyegarkan, menguatkan (reaffirm) panggilan itu untuk melayani lebih sungguh dan bukan untuk dilayani. Pola pikir dan tindak dunia sudah mengkontaminasi pola pikir dan tindak para pelayan, sehingga ketika menjalani pelayanannya para pelayan paradoks dengan statusnya tapi terdominasi oleh fungsinya yang sebagai pemimpin yang dilayani. Tidak heran dulu disebut presbiter bukan pelayan gereja tapi para pejabat gereja. Berlombalah dengan segala cara (motivasi studi lanjut yang tidak benar; berpihak pada para pertua yang berpunya dan berkuasa; menjilat orang yang andil dalam pengambilan keputusan, dll) untuk duduk di dalam struktur, mulai dari skala Runggun sampai Moderamen,[ii] dengan mengabaikan keterkaitan factor panggilan yang adalah[1] bagian dari rancangan Allah bagi para pelayan dan pengimanan bahwa gereja adalah milik Kristus. Sehingga tidak heran jika keberadaan GBKP atau gereja umumnya tidak terlalu berdampak bukan hanya pada masyarakat sekitar tapi juga bagi warga jemaat sendiri. Dan bukankah ini sebagai salah satu sebab makanya begitu banyak gereja baru yang muncul dan lima puluh persen dari warga kita yang mengikuti kebaktian minggu ada di gereja baru itu juga beribadah?

Untuk mengetahui diri kita apakah kita yang ada sekarang ini ada di sini karena factor panggilan, nilai diri kita melalui mutu kerja kita selama ini!

[1]
[i] Chreia is a brief narrative relating a striking saying or deed of some individual, and was a popular literary form and became one of the major vehicles of biographical characterization in antiquity. Lihat A. J. Droge, Call Stories in The Anchor Bible Dictionary vol I. New York: Doubleday, 1992, 821.
[ii] [ii] Eka berkata bahwa para pemimpin yang ada sekarang adalah “...yang terpilih bukanlah orang yang kuat dalam visi tapi orang yang lihai dalam lobi.“ lihat Eka Darmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, 823, Jakarta: BPK GM, 2001

Tidak ada komentar: