Senin, 02 November 2009

Peranan Ekklesiology Dalam Pembentukan Tata Gereja

Peranan Ekklesiology Dalam Pembentukan Tata Gereja

I. Ekklesiology haruslah berdialektika dengan tata gereja

Bagaimanapun Tata Gereja harus berangkat dari dan menuju pada pemenuhan pengertian Gereja itu akan dirinya. Sehingga isi tata gereja haruslah berdialektika dengan pengertian gereja itu akan dirinya. Sehingga, jika hendak meninjau Tata Gereja Calvin maka yang perlu disimak adalah pengertian Calvin akan apa itu Gereja. Begitu juga jika hendak meninjau isi tata gereja GBKP maka yang harus dilihat pertama sekali adalah apa pengertian GBKP akan dirinya sebagai gereja.

II. Ekklesiology haruslah alkitabiah dan kontekstual

Perlu diingat bahwa lepas dari upaya Calvin yang mengupayakan untuk sealkitabiah mungkin, namun sangat disadari bahwa pengertian Gereja yang diangkatnya adalah dari dan untuk kepentingan konteks saat itu, yaitu dimasa Reformasi yang berada pada ketertarikan antara dua kutub yaitu, ekklesiologi Katolik Roma yang mengamini bahwa Gereja Katolik adalah kesinambungan historic apostolic Petrus, hingga Paus bukan hanya penerus Petrus bahkan penerus Kristus, dan kelompok Protestan Radikal yang menyatakan bahwa Gereja yang benar (the real church) adalah Gereja yang tidak nampak (invisible) yaitu yang berada disurga (pengaruh pandangan Plato, dualisme) seperti yang dinyatakan oleh kelompok Anabaptis, dan prinsip Reformasi [1] yaitu:

1. Keselamatan adalah anugerah[2] yang diamini berdasarkan iman (sola gracia, sola fidei/ justification by faith menjadi articulus stantis et cadentis ecclesiae /artikel yg membuat Gereja berdiri atau jatuh[3]).
2. Sola Scriptura. Pengetahuan yang sejati mengenai Allah hanya diperoleh dari Alkitab yang adalah dasar Gereja sehingga tidak pernah Gereja lebih tinggi dari Alkitab[4].
3. Imamat Am Semua Orang Percaya (1 Pet 2:5 dan tambahkan pengertian imam dalam surat Ibrani)[5]

Dampak dari poin 1 yaitu pernyatan bahwa keselamatan adalah anugerah yang diamini berdasarkan iman sehingga manusia yang percaya pada Kristus seharusnyalah manusia baru (regeneration, rebirth)[6] memunculkan konsepnya atas:

1. Gereja yang kelihatan (visible church).

Gereja yang kelihatan adalah gereja yang terdiri dari campuran orang munafik, yang mencari kehormatan, kekayaan, iri, memfitnah, orang-orang yang hidupnya tidak suci[7] (jelas pengertian ini dilandaskan atas pengertian Calvin akan apa itu manusia dan Allah), sehingga bagi Calvin gereja adalah sebagai seorang ibu[8] yang mengasuh serta mendidik anaknya sejak dari rahim[9] hingga mapan.

1. Pengertiannya akan manusia yang berhubungan dengan pengertiannya akan anggota gereja yang walaupun sudah diselamatkan namun tetap merupakan manusia yang berdosa sehingga gereja perlu melakukan
2. Penerapan disiplin dalam Gereja/Tata Gereja yang bertujuan untuk mengingatkan dan mengarahkan anggotanya untuk tetap hidup dalam status manusia baru sehingga:
3. Pentingnya unsur pengakuan dosa dan hidup baru dalam liturgy ibadah dan pengingatan akan sepuluh perintah Tuhan ( dan dalam menjalankan kehidupannya sehari hari anggota jemaat sangat bergantung akan
4. Peran Roh Kudus. Sehingga berdasarkan poin a, b, c, d dan e di atas Calvin menegaskan bahwa dalam gereja bukanlah factor disiplin yang prioritas tapi factor
5. penyampain firman dan sakramen, karena gereja adalah alat utama Allah untuk mewujudkan persekutuan dengan Kristus (invisible church) sehingga berdasarkan hal ini maka:
6. Allah memanggil orang-orang untuk ditugaskan untuk memberitakan firman, melayani sakramen, serta menuntun dan membina jemaat (Ordonnances Ecclesiastiques). Mulanya Calvin menetapkan hanya peran pendeta dan dibantu oleh para diaken di gereja Jenewa. Kemudian sekembalinya dari Starsburg ia menetapkan empat jabatan dalam Gereja untuk melakukannya yaitu Pendeta (pembawa firman dan sakramen); Pengajar (unsur teologia), Penatua (penilik), serta diaken. Ketiganya saling melengkapi untuk mencapai tujuan pembinaan.[10] Dengan mengutip Efesus 4:10 Calvin menegaskan

…”Kita melihat bagaimana Allah yang dapat saja membuat umatNya sempurna dalam sekejap mata, tidak menghendaki mereka mencapai kedewasaan kecuali melalui pendidikan dari Gereja.” … “sebab gembala-gembala diberi tugas untuk memberitakan ajaran surgawi--- Ia tidak hanya menghendaki supaya kita membaca dengan tekun, tetapi ia juga mengangkat guru-guru yang dapat membantu kita dengan jasa mereka…”[11]

1. Hal ini menyebabkan pengaplikasian pengertian akan “imamat am orang percaya” yang menjadi landasan para reformator sebagai upaya menentang keabsolutan peran manusia dan hirarki gereja yang nampak dalam gereja Katolik Roma dibatasi oleh Calvin.[12]

Dampak dari poin dua (2) Sola Scriptura nampak dalam upaya Calvin yang semaksimal mungkin mengalaskan semua konsepnya (Gereja, Peraturan Gereja, Pemerintahan Gereja, Manusia, Allah dll, lihat Institutio, Katekismus dan Tata Gereja Genewa dan Prancis) berdasarkan Alkitab. Sehingga tradisi tidak akan pernah lebih tinggi dari Alkitab. Alkitab haruslah dipelajari (lihat proposalnya akan jabatan pengajar), dan Alkitab haruslah diwartakan (kotbah minggu) secara benar[13], begitu juga Perjamuan Kudus[14]. Kotbah menjadi sentral di gereja serta tafsiran atas alkitab tidak bisa diabaikan. Mata pelajaran Biblika menjadi focus sekolah teologia Calvinis dan khusus di gereja Presbyterian, untuk semua calon pendeta harus lulus ujian bahasa Ibrani dan Yunani sebagai bahasa asli Alkitab.

Dampak dari Poin tiga (3), Imamat Am Semua Orang Percaya menghasilkan sistem musyawarah atau arih-arih dalam sistem Gereja yang dirancang Calvin yang nampak di Tata Gereja Jenewa dan Tata Gereja Calvinis untuk seterusnya. Juga dalam hal anggota gereja berhak memilih para presbyter dan ikut dalam mengambil keputusan. Sehingga sistem ini menempatkan keputusan yang tertinggi adalah sidang Sinode, bukan perkataan Paus. Perlu menjadi catatan bagi kita saya pikir bahwa walaupun ada upaya Calvin untuk menghilangkan jabatan dalam Gereja (semua jemaat sama, namun dengan pembagian jabatan yang dibuatnya yang diawali dengan jabatan Pendeta dan Diaken, lalu mucul jabatan Penatua dan Pengajar (lihat sistem konsistori/ BP Runggun dan Tata Gereja Perancis, pasal xxvii.29) toch juga tidak bisa mencapai pengertian Imamat Am Rajawi yang Murni.[15] Dalam arti disistem Calvin toch terjadi juga perbedaan antara anggota jemaat (awam, lay) dengan presbiter. [16]

III. Tata Gereja Calvin

Bagaimanapun diperlukan alat untuk mewujudkan pengertian gereja akan dirinya, itulah Tata Gereja. Tata gereja pertama yang dirancang oleh Calvin adalah Tata Gereja Jenewa yang bertujuan untuk menciptakan jenis manusia yang memuliakan Allah yang dipesan oleh pemerintah Geneva setelah pemerintah itu mengadopsi ajaran Reformasi. Adapun isi Tata Gereja Jenewa adalah:

A: empat jenis jabatan yaitu:

1. Pendeta. Fungsinya sebagai gembala: pelayanan sakramen dan pengawasan hidup (Ef 4:11)

Dalam Tata Gereja Jenewa tentang Pendeta dimuat dalam:

1. Siapa yang berwenang meneguhkan Pendeta
2. cara memperkenalkan calon pendeta
3. cara bentuk sumpah dan janji dari para pelayan evangelis
4. aturan jabatan kesalahan yang dapat dan tidak dapat diterima
5. peraturan perkunjungan (visitation)
6. cara perkunjungan.

1. Doktor (pengajar, Ef 4:11)). Fungsinya sebagai penafsir Alkitab
2. Penatua.[17] (Roma 12, orang-orang yang lanjut usianya yang dipilih dari anggota jemaat sebagai pemimpin[18]). Dalam bagian ini juga termuat sumpah konsistori

4. Diaken (1 Kor 12) untuk mengurus kaum miskin.

B: Tambahan isi Tata Gereja Jenewa adalah tentang:

1. Sakramen
2. Perjamuan
3. Nyanyian Gereja
4. Perkawinan
5. Hal-hal tambahan
6. Pemakaman
7. Kunjungan orang sakit; di penjara; anak-anak kecil; orang dewasa
8. Pemilihan Penatua dan
9. Pengucilan Gereja.

Tata Gereja Prancis (Discipline ecclesistique) yang ditulis Calvin setelah Tata Gereja Jenewa adalah dasar dari Tata Gereja Presbyterial Sinodal[19] yang diadopsi banyak Gereja Calvinis ditetapkan di sidang sinode di Paris tahun 1559. Tata Gereja ini lebih pendek dari Tata Gereja Jenewa terdiri dari:

1. Tentang Sinode
2. Pelayan
3. Penatua dan Diaken. Disini Diaken masuk dalam tatanan Presbyteros seperti yang diwarisi GBKP.
4. Ajaran Bidat/ Teologia dan
5. Perkawinan.

Di Tata Gereja yang dihasilkan Dalam Sinode Emden (Jerman) pada tahun 1571 mulailah peranan Klasis dipertajam.[20]

Hal yang penting dalam Tata Gereja Calvinis adalah:

1. Tugas Gereja tidak dilaksanakan oleh satu orang saja (Katolik Roma)
2. Bagaimana orang dipilih dan diangkat dalam masing-masing jabatan. Terjamin bahwa yg diangkat mempunyai kemampuan, tingkah laku dan kehidupan rohani[21]
3. Ada perundingan antar Pendeta dan antar Pendeta dengan Penatua.

Walaupun demikian jangan dikatakan bahwa system pemerintahan yang disukai Calvin adalah demokrasi. Bukan, tapi Aristokrasi (pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang terbaik- aristoi- terkemuka). Kritiknya terhadap demokrasi adalah dapat merosot menjadi kekacauan.[22]

IV: Tata Gereja GBKP

Sistem pemerintahan GBKP mayoritas dipengaruhi tata gerja Belanda Emden 1571 dan Dordrecht, 1619. Namun seperti yang telah disebutkan di atas bagaimanapun tata gereja suatu gereja haruslah berdasarkan pengertian gereja itu akan dirinya, maka merefleksikan pemaparan di atas ke Tata Gereja GBKP, bisa dikatakan bahwa dasar teologis GBKP tentang Gereja diadopsi dari dokumen-dokumen Calvinis namun nampak kurang dikaji secara mendalam dan menyeluruh sehingga belum menampakkan suatu keutuhan teologis. Padahal diketahui bahwa setiap pernyataan teologia dihasilkan berdasarkan konteks dan untuk kebutuhan konteksnya, sehingga itu nampak dalam perwujudan tata laksana.

Hubungan pernyataan teologis tentang apa itu Gereja, jemaat dll, dengan Konfesi GBKP yang baru dan pemaparan-pemaparan teologis lainnya yang terdapat di Tata Gereja, secara keseluruhan belum kena mengena, seharusnya dalam pembukaan Tata gereja dimunculkan pengertian gereja akan dirinya sesuai yang tertulis dalam Konfesinya.

Coba kita cuplik satu poin teologis yang terdapat dalam Tata Gereja GBKP :

Dasar teologis anggota jemaat dituliskan:

Anggota sidi wajib :

1. a. Menjalankan fungsi dan peran sebagai Nabi, Imam dan Raja (imamat am orang percaya) untuk menyebarluaskan Kerajaan Allah (Keluaran 19 : 5 – 6; I Petrus 2 : 9 – 10).

Pertanyaan kami jika anggota sidi sudah wajib menjalankan fungsi dan peran sebagai nabi, imam dan raja, maka bagaimana peran para presbyter? Dalam menyimak tata gereja GKI dan GKJW dan HKBP hanya HKBP yang menuliskan hal ini itupun dalam fungsi dan peran para presbyter, bukan anggota sidi jemaat. Karena berdasarkan defini inilah maka dijabarkan tata laksana dari tugas, hak dan kewajiban yang bersangkutan. Namun jika pengertian ini yang mau dipertahankan terus, maka pembinaan terhadap warga jemaat haruslah menjadi prioritas agar mampu menciptakan anggota baptis menjadi mampu untuk Menjalankan fungsi dan peran sebagai Nabi, Imam dan Raja setelah menjadi anggota sidi.

Saya pikir Calvin juga tidak mengartikan anggota sidi jemaatnya seperti hal di atas mengingat Calvin mencantumkan itu sebagai fungsi para pendeta dan presbyteros.

Definisi Pendeta, Penatua dan Diaken dalam Tata Gereja GBKP sangat menampakkan warna Calvin (bandingkan dengan Tata Gereja Jenewa) Cuma dalam pemilihan (lihat banyaknya kemelut pemilihan Pertua, Diaken- BP Runggun – BP Klasis dan Moderamen; syarat- syarat pemilihan yang tidak diwujudkan secara tegas; sistem penilaian Sekolah Teologia yang berorientasi dominan pada aspek kognitif) dan penggodokan para presbyteros (kursus pengembangan dan penyegaran Pertua, Diaken dan Pendeta) sangat diperlukan pembenahan yang serius. Definisi yang diberikan Calvin menggodok Pendeta menjadi Pastor dan Theolog. Sehingga kurikulum Sekolah Teologianya diarahkan untuk menghasilkan Pendeta dengan kwalitas ini.

Strategi pembinaan yang merupakan inti dari tugas Gereja harus dilakoni serius, seperti:

1.
1. Pengadaan Pengajar yang handal
2. Sermon
3. PWG harus diaktifkan ,
4. Bahan dan pengelolaan pengajaran Katekisasi
5. Bahan-bahan PJJ, Bimbingan dll
6. Sekolah Teologia tempat penggodokan calon Pendeta GBKP
7. Konven.

Sistem organisasi yang diberlakukan di GBKP, seperti: Runggun- Klasis- Moderamen, sidang-sidang yang pengambilan keputusan dimusyawarahkan, yang ada dalam Tata Gereja GBKP berwarna Calvin, selain SKS (Sidang Kerja Sinode), karena peserta SKS tidak ada perwakilan Runggun (lihat Tata Gereja Sinode Emden). Cuma walaupun sistem GBKP Calvinis, namun dalam prakteknya sering terbentur kepentingan-kepentingan (ketertarikan kepentingan antar Runggun, Klasis dan Moderamen; juga ketertarikan antara peran Penatua dan Pendeta.[23] Perlu dipikirkan serius akan aspek dan kepentingan Runggun, Klasis dan Moderamen, dasar pemikiran haruslah kepentingan bersama sehingga aspek Gereja sebagai tubuh Kristus yang saling melengkapi dan solidaritas harus kembali dihidupkan

Satu hal yang kurang nampak dalam Tata Gereja kita adalah peraturan ibadah yang sebenarnya adalah faktor penting dalam Tata Gereja Calvin dan Calvinis dan ini harus disikapi atas dasar perpaduan antara pandangan ekklesiology dan konteks.

-----------------------------------------------------------------------------------------

[1] Calvin disebut sebagai Reformator generasi kedua yang berdiri dipundak Luther.

[2] Pengertian ini sebenarnya dengan tegas dimuat Paulus dalam teologianya yang nampak di suratnya ke jemaat Roma, lalu diteruskan oleh Agustinus (354-430—yang juga menghadapi Donatisme). Ketegasan teologia ini tidak berlaku mutlak di Gereja Katolik saat itu yang mengamini usaha manusia melalui pelayanan Gereja, khususnya dalam sakramen-sakramen, untuk melawan dosa dan berbuat apa yang berkenan pada Allah. Kasih karunia diperhitungkan sebagai unsur pelengkap.

[3] Gereja wajib memberitakan berita pengampunan dosa tapi hak mengampuni hanya pada Allah.

[4] Institutio I vii --- pada banyak orang terdapat kekeliruan yang teramat merusak, yaitu bahwa besarnya wibawa yang diberikan kepada kitab suci tergantung dari persetujuan Gereja. Hal 18.

[5] Imam menjadi bukan lagi jabatan khusus untuk orang tertentu (sebagai perantara manusia dan Allah, dalam pengertian PL) tapi fungsi pelayanan. Tentu perlu ada pembagian tugas dan jabatan serta pelayanan, namun hakikatnya adalah sederajat. Diantara para pejabat dan warga gereja tidak ada perbedaan derajat, yang ada hanyalah pengkhususan fungsi pelayanan.

[6] Inilah yang memisahkan Lutheran dan Reformed hingga kini. Perbedaannya sebenarnya adalah dalam penekanan Luther yang lebih berat atas justification, sedang Calvin atas sanctification. Kami sebagai anggota dialog Reformed sedunia dan Lutheran sedunia berupaya bagaimana segera akan terjadi merger diantara dua kutub ini menjadi uniert yang sudah dilakukan beberapa gereja di beberapa Negara.

[7] Lihat Institutio, hal 187-8; lihat juga pengakuan Iman Perancis pasal xxv.27 yang adalah buah tangan Calvin.

[8] Lihat Emidio Campi, “Calvin’s understanding of the church,” dalam John Calvin. What is his legacy? Reformed World vol.57. December 2007, 291-4. Lihat pernyataan Calvin di Institutio:

Bagi orang orang yang menganggap Allah adalah Bapa, Gereja juga akan menjadi ibu mereka (so that, for those to whom he is Father the church may also be Mother)

[9] Gereja yang kelihatan sebagai ibu orang orang percaya THE VISIBLE CHURCH AS MOTHER OF BELIEVERS

--- tetapi karena maksud kami sekarang ini ialah membicarakan Gereja yang kelihatan, maka marilah kita belajar dari nama “ibu” itu saja. Betapa besar manfaatnya, bahkan betapa perlunya pengetahuan mengenai Gereja itu bagi kita. Sebab bagi kita tidak ada jalan masuk ke dalam kehidupan kalau kita tidak dikandung di dalam rahimnya, dilahirkan olehnya, disusuinya, dan akhirnya dilindungi dan dimbimbingnya, sampai kita menanggalkan daging yang mesti mati ini dan menjadi sama dengan malaikat. Lagipula di luar pangkuannya tidak dapat diharapkan pengampunan dosa, ataupun keselamatan.

…I shall start, then, with the church, into whose bosom God is pleased to gather his sons, not only that they may be nourished by her help and ministry as long as they are infants and children, but also that they may be guided by her motherly care until they mature and at last reach the goal of faith. “For what God has joined together, it is not lawful to put asunder” [<411009>Mark 10:9 p.], Lihat juga pandangan De Jonge bahwa Gereja adalah sarana yg diberikan Allah kepada orang-orang percaya yang lemah untuk membina dan memelihara mereka dalam iman. Apa Itu Calvinisme, 99.

[10] Now we must speak of the order by which the Lord willed his church to be governed. He alone should rule and reign in the church as well as have authority or pre-eminence in it, and this authority should be exercised and administered by his Word alone. Nevertheless, because he does not dwell among us in visible presence [<402611>Matthew 26:11], we have said that he uses the ministry of men to declare openly his will to us by mouth, as a sort of delegated work, not by transferring to them his right and honor, but only that through their mouths he may do his own work—just as a workman uses a tool to do his work.

[11] Institutio, 186, lihat juga:

EDUCATION THROUGH THE CHURCH, ITS VALUE AND ITS OBLIGATION

But let us proceed to set forth what pertains to this topic. Paul writes that Christ, “that he might fill all things,” appointed some to be “apostles, some prophets, some evangelists, some pastors and teachers, for the equipment of the saints, for the work of the ministry, for the building up of the body of Christ, until we all reach the unity of the faith and of the knowledge of the Son of God, to perfect manhood, to the measure of the fully mature age of Christ” [<490410>Ephesians 4:10-13li, Comm., but cf. also Vg.].

We see how God, who could in a moment perfect his own, nevertheless desires them to grow up into manhood solely under the education of the church. We see the way set for it: the preaching of the heavenly doctrine has been enjoined upon the pastors. We see that all are brought under the same regulation, that with a gentle and teachable spirit they may allow themselves to be governed by teachers appointed to this function.

Isaiah had long before distinguished Christ’s Kingdom by this mark: “My spirit which is upon you, and my words which I have put in your mouth, shall never depart out of your mouth, or out of the mouth of your children, or... of your children’s children” [<235921>Isaiah 59:21]. From this it follows that all those who spurn the spiritual food, divinely extended to them through the hand of the church, deserve to perish in famine and hunger. God breathes faith into us only by the instrument of his gospel, as Paul points out that “faith comes from hearing” [<451017>Romans 10:17]. Likewise, the power to save rests with God [<450116>Romans 1:16]; but (as Paul again testifies) He displays and unfolds it in the preaching of the gospel [ibid.].

[12] Lihat penjabaran poin 3 di bawah ini dan catatan kaki no 39.

[13] And in order that the preaching of the gospel might flourish, he deposited this treasure in the church. He instituted “pastors and teachers” [<490411>Ephesians 4:11] through whose lips he might teach his own; he furnished them with authority; finally, he omitted nothing that might make for holy agreement of faith and for right order. First of all, he instituted sacraments, which we who have experienced them feel to be highly useful aids to foster and strengthen faith.

[14] Disini Calvin meneruskan pemahaman Luther bahwa Gereja yang kelihatan dibentuk oleh pemberitaan firman Allah. Tidak ada perkumpulan manusia yang boleh mengklaim menjadi “Gereja Tuhan” kecuali jika dia dilandaskan di atas Injil ini. Disini Luther menyangkal pengertian Katolik akan kesinambungan histories Gereja dari apostolic- tapi teologis bersifat fungsional-

[15] Lihat pikiran Calvin akan Gereja dan pejabatnya di De Jonge, Calvinisme, 48-50.

[16] De Jonge menuliskan …Akan tetapi ternyata Calvin merasa keberatan untuk menerapkan ajaran mengenai imamat am orang orang percaya dengan segala konsekuensi. Itulah sebabnya gereja yang digariskan dalam Ordonnances Ecclesiatiques dalam banyak segi dapat disebut gereja pendeta. walaupun Calvin segan untuk memakai istilah “klerus” sebutan dalam gereja abad pertengahan untuk menunjukkan status istimewa pejabat pejabat gereja, namun dalam praktek gereja dibaginya atas pejabat-pejabat dan “rakyat, dengan para pejabat sebagai kelompok istimewa tertutup yang menentukan sendiri siapa layak menjadi anggotanya dan mengadakan sendiri pengawasan terhadap para anggotanya, Calvinisme, 111-112, lihat juga catatan kaki # 22.

[17] Jabatan penatua adalah unsur tambahan kemudian yang diperoleh Calvin dari Starsburg dimana Bucer mengangkat untuk setiap bagian kota seorang pemelihara gereja yang diberi tugas mengawasi kehidupan iman di bagian kota yang dipercayakan kepadanya.

[18] Tugas memimpin tidak dimaksudkan mengatur hal-hal organisatoris, melainkan bersama dengan para penilik (yaitu pendeta) memberi teguran dan melakukan hukum disiplin.

[19] Gereja pertama di luar Jenewa yang mengatur diri menurut tata gereja yang disusun oleh Calvin adalah Gereja Perancis. Tata Gereja ini disebut Tata Gereja Presbyterial Sinodal karena semua keputusan jemaat diambil pada tingkat Presbyterium (para Penatua, Pendeta dan Diaken). Perkara-perkara yang menyangkut kepentingan seluruh gereja diputuskan di tingkat Sinode yang dalam hal ini diikuti oleh wakil-wakil Presbyterium dari setiap jemaat. Cuma harus diingat bahwa Anglican menganut episkopal yang sentralistis, dan kelompok Puritan congregational yang sangat menekankan otonomi jemaat serta hak dan kedaulatan warga jemaat yang tidak lebih kecil dari pejabat gereja sesuai dengan semboyan imamat semua oarng percaya.

[20] Semua jemaat dan jabatan mempunyai status yang sama. - jemaat satu wilayah dikumpulkan dalam 1 sidang, kemudian disebut klasis – jemaat dalam 1 propinsi bergabung dalam satu sinode propinsi- kalau memungkinkan setahun sekali sinodal yg mengatur hal-hal umum seperti Tata Gereja dan pengakuan Gereja – Tata Gereja ini mencoba mencari jalan tengah antar kesatuan yg mengutamakan keseragaman antara semua jemaat dalam semua hal, menurut apa yang ditetapkan oleh pimpinan tertinggi dalam Gereja (Paus ataupun Sinode) dan Gereja yang merupakan federasi jemaat-jemaat otonom, yang masing-masing mengatur diri sendiri secara bebas (seperti dalam congregational) . demi keseragaman dalam hal-hal dasariah seperti Pengakuan Iman dan Tata Gereja . Jemaat-jemaat setempat menyerahkan sebagian kebebasan kepada sidang-sidang yang terdiri atas wakil-wakil jemaat dan mengambil keputusan mengenai hal-hal yang menyangkut semua yang diwakili. Demikianlah terjamin bahwa jemaat-jemaat dapat saling mengakui ajaran dan saling menerima anggotanya.

[21] Lihat Pengakuan Iman Gereja Perancis pasal xxvii.31, 32 yang menyatakan bahwa orang-orang yang dalam pemerintahan Gereja haruslah dipiih (31) dan semua Pendeta, Penilik dan Diaken harus memiliki bukti bahwa mereka telah dipanggil dalam jabatan mereka. Dan mereka ini semua haruslah berunding bersama-sama mengenai cara yang harus ditempuh dalam hal pemerintahan seluruh tubuh. ..tidak boleh menyimpang sedikitpun dari apa yang diperintahkan Kristus. Hal ini tidak mencegah adanya beberapa ketentuan khusus di tiap tempat, sesuai dengan kebutuhan dalam praktek

[22] De jonge, Calvinisme, 102. Patut digaris bawahi bahwa Tata Gereja Jenewa bukan Tata Gereja yang demokratis. Walaupun ada unsur di dalamnya yang bercorak demokratis atau yang berkembang kearah itu- namun jelas bahwa ia tidak melihat mereka yang memegang jabatan sebagai wakil anggota jemaat. Institutio 4 iii 10-16- jabatan bukanlah ciptaan manusia, melainkan pemberian Allah, De jonge, Calvinisme 114.

[23] Saya setuju dengan pendapat Aritonang yang menyatakan bahwa …melihat pentingnya jabatan Penatua, baik di jemaat Jenewa pada masa Calvin maupun di gereja gereja Calvinis dikemudian hari ada anggapan bahwa di lingkungan gereja gereja Calvinis yang paling besar wewenangnya adalah para Penatua. Tetapi sebenarnya tidak demikian, terutama bagi Calvin. Sebab justru Calvin memberikan wewenang terbesar pada Pendeta sesuai dengan tugasnya sebagai pengemban perkara utama di dalam kehidupan gereja. Peraturan yang disusun Calvin justru mengarahkan gereja itu menjadi gereja-Pendeta, dan itu membuat pemerintah kota Jenewa kuatir kalau-kalau gereja menajdi semacam Negara dalam Negara. Kemudian dijelaskannya bagaimana pemerintah Jenewa hendak mengintervensi pemilihan dan pengujian Pendeta, ini tidak disetujui Calvin. Lihat Jan Aritonang. Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja. Jakarta: BPK, 2009, 70.