TRAGEDI PALUNGAN
Alkisah tertera di New York Times, “Palungan tempat Yesus dilahirkan ditawar dengan harga pembukaan sebesar 2 Milyar di lelang Christie di
Ironis.
Palungan dulu, kumal tak berharga, balok kayu bersegi empat, di kandang domba, berbau kotoran dan penuh bulu. Palungan kini, kotak berlapis emas murni, di hotel, berbau harum, berlebur santap, hirup dan tawa, masuk dalam bursa dunia.
Ironis.
Palungan yang hina dan dina, kini simbol status dan kuasa. Palungan dan Golgota sasaran empuk manipulasi orang-orang berdaya.
Subjek telah menjadi objek.
Yesus kesepian kini.
Makna kehidupan dan ajaranNya jauh panggang dari api. Tafsiran bermuara kekesenangan diri atau kelompok, status, kuasa dan harta. Isi pencobaan yang telah dilaluiNya sebelum memulai masa pelayanan (Luk 4:1-13; Mat 4:1-13; Mar 1:12-13). Kini, Gereja dan petugasnya tidak lagi berdialektikal. Seperti minyak dan air. Gereja milik Kristus, petugas milik dunia (band. Yoh 8:23).
Jangan salahkan politikus. Kepentingan adalah ideologinya. Jika Yesus politikus, Golgota tidak pernah ada. Politikus bermain diantara bidak gereja yang penuh dengan Judas dan
“jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yoh 2:16b)
Berpuluh tahun yang lalu, PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia) sudah memandatkan agar gereja-gereja di Indonesia untuk mandiri dalam dana (lih.
Siapa dan apa sebenarnya yang diuntungkan ketika Natal dan acara-acara gereja disubsidi pemerintah, orang kaya atau berpangkat? None! Tak ada! Ketika religiositas dimanipulasi, setiap orang semakin kehilangan diri. Manusia dan gereja semakin kehilangan essence-nya. Mengenal Allah dan sesama manusia melalui cinta, menjadi utopia, polesan bibir sebagai propaganda.
Ibadah menjadi permainan topeng monyet.. Konser gegap gempita, kotbah merindingkan bulu roma, gedung penuh cahaya, gincu, minyak rambut dan baju pesta, “Najis!”
TUHAN berkata, "Aku benci dan muak melihat perayaan-perayaan agamamu! Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Kalau kamu membawa kurban bakaran dan kurban gandum, Aku tidak akan menerimanya. Aku tak mau menerima binatang-binatangmu yang gemuk-gemuk itu yang kamu persembahkan kepada-Ku sebagai kurban perdamaian. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Hentikan nyanyian-nyanyianmu yang membisingkan itu; Aku tak mau mendengarkan permainan kecapimu. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir." Lebih baik, berusahalah supaya keadilan mengalir seperti air, dan kejujuran seperti sungai yang tak pernah kering. (Amos 5: 21-24)
Desember sebagai bulan
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16).
Hanya orang yang percaya yang tidak binasa. Tidak binasa bukan berarti tidak mati, tapi hidup dalam kehidupan, bukan hidup tapi mati. Bukan melek tapi buta. Bukan bertelinga tapi tuli. Orang yang tidak binasa adalah yang menikmati hidup. Bersyukur akan segala sesuatu. Bersyukur dengan dirinya, pekerjaannya, keluarganya, rumahnya.
Percaya nampak dalam tindakan. Percaya pada pencipta dan diri sendiri. Melangkah dengan pasti, Optimis dan berpengharapan. Hari ini harus lebih baik dari kemaren, dan esok semakin lebih baik dari hari ini.
"Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku.” …”dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yoh 8:31-2).
Palungan menampung tangis, duka, sesal, murka, keputus asaan, kegagalan, kehinaan, dan menawarkan kelegaan dan asa, karena pencipta mengasihi kita. Palungan mengisyaratkan: there is always a way out!
Selamat Menyambut Bulan
Mindawati Perangin angin