Kamis, 26 Agustus 2010

BARACK OBAMA DENGAN KONTROVERSI PEMBANGUNAN ISLAMIC CENTRE DI GROUND ZERO, NEW YORK, AMERIKA SERIKAT

Kami mengikuti perjalanan perkembangan pemilihan calon presiden Amerika yang dimenangkan oleh Obama, sejak ia masih sebagai calon dari Demokrat sebagai saingan Hillary Clinton. Ketika pemilihan umum itu terjadi, kami berada di New York. Kami masih ingat, sampai tengah malam saat itu, kami masih berpikir ia tak kan menang, mengingat bagaimana Amerika yang cukup rasis, walaupun negaranya adalah yang paling getol berbicara tentang Demokrasi. Kami tidak sekedar cuap, karena kami tinggal disitu selama sembilan tahun. Selama masa kampanyenya pun, dalam diskusi kami dengan perwakilan kulit putih dari belbagai golongan, gema rasisme itu masih bergaung. Kemenangannya adalah kemenangan partai Demokrat, karena orang Amerika sudah “muntah” dengan kebijaksanaan Bush dari partai Republik. Kemenangan Obama atas Hillary, karena orang mau “a new fresh person.” Hillary dipikirkan sebagai “the continued Clinton.” Pengaruh Clinton masih sangat besar hingga kini, bisa dilihat dari perkawinan Chelsea yang baru berlangsung (link dengan “the jewish heritage”).


Kita tahu bahwa Obama tidak sama dengan SBY. Ini tidak hanya karena faktor perbedaan usia dan latarbelakang, tapi juga perbedaan cara dan konteks berpolitik. Obama berani mengambil keputusan yang tidak popular, terbuka dan berdialog dengan kepentingan publik. Wajar, karena ia dari partai Demokrat, hampir sejajar dengan symbol PDIP untuk wong cilik, di Indonesia. Dalam hal ini sebenarnya jika PDIP secara serius fokus pada kebutuhan rakyat, besar kemungkinan partai ini akan “gets more voters” untuk pemilihan umum di Indonesia yang akan datang. It is a time orang merindukan pemerintah yang pro-rakyat.


Cuma, untuk vote Obama kali ini terhadap pembangunan “Islamic centre” di “ground zero” meragukan kami, karena menurut kami kebijaksanaan ini tidak memecahkan atau menjawab masalah yang ada, karena “the root of the problem” adalah paradigma politik luar negeri Amerika. Coba kita simak latarbelakang timbulnya “the ground zero”, “who was the actor?” (lepas dari tidak bisa disangkal bahwa ini adalah buah yang dipetik dari permainan politik luarnegeri Amerika dengan CIAnya, dll). Di sini kami tidak mau mengangkat pemerintah yang diwakili oleh Obama, tapi masyarakat banyak, “the people.” Banyak sekali “innocent peoples” yang mati karena peristiwa yang disebabkan kesalahan politik luar negeri negaranya. Sekarang Negara tidak mau mendengar suara rakyat yang adalah “victim” (korban) dari pada kebijaksanaan mereka.


Dua bulan setelah “Nine Eleven”, terjadi, kami ke New York dan menginap di Soho. Kami suka jalan dari Soho hingga ke “downtown” (lokasi ground zero) karena meliwati China and Italian towns yang banyak makanan dan barang pernak pernik lainnya, juga “the second hand book store”, Strand. Saat itu Nampak di sudut sudut jalan, orang membuat monumen - dengan dipenuhi gambar-gambar korban the Nine_Eleven dengan kata-kata penghiburan mereka, bendera Amerika, lilin-lilin, sahdu sekali- peringatan terhadap orang orang yang meninggal di peristiwa itu.. Hari ini menjadi hari perkabungan nasional. Jika anda masuk ke gereja (namanya kami lupa) yang berlokasi sangat dekat dengan “the ground zero”, disinilah korban korban dibawa, bahkan ada yg dikubur disitu. Kalau anda lihat ke dalam sudah hampir seperti museum the ground zero. Memory ini sangat kental, bahkan masih sangat kental di masyarakat sekitar.
Amerika berbeda dgn Indonesia. Nyawa org dihargai (jangan bilang, lho kok infasi ke Irak? Bedakan antara pemerintah dan rakyat). Mereka tidak seperti kita yang baik pemerintah maupun rakyatnya sudah mengidap memory lost—(kalau rakyat mungkin karena apatis, yang lainnya karena tidak tahu malu), orang Amerika itu mengingat lama, dan ada ketulusan dalam ingatan. (ukh, sy seperti pro Amerika sekali ya).


Persatuan Gereja Amerika (NCC-USA) berkomentar tentang rencana pendirian ini
“For thousands of families, Ground Zero in southern Manhattan is holy ground. Thousands lost someone they love in the terror attacks of September 11, 2001, and hundreds of thousands know someone who was directly or indirectly scarred by the collapse of the World Trade Center. The emotional investment in Ground Zero cannot be overestimated.
That is precisely why Ground Zero must be open to the religious expression of all people whose lives were scarred by the tragedy: Christians, Jews, Sikhs, Buddhists, Hindus, and more. And Muslims.”


Kami tidak mengutip semuanya, tapi dalam “statement of affirmation” dari Sekretaris Jendral NCC-USA ini beliau mengajak semua khususnya orang Kristen di Amerika untuk mengaminkan pembangunan centre ini dengan menuliskan beberapa nama korban yang beragama Islam.


Pernyataan Sekjen NCC USA di paragraph satu kami pikir tidak kena mengena jika dipakai sebagai dasar alasan di paragraph dua:
“That is precisely why Ground Zero must be open to the religious expression of all people whose lives were scarred by the tragedy: Christians, Jews, Sikhs, Buddhists, Hindus, and more. And Muslims.”

Kami khawatir, sebagai institusi, NCC USA kembali harus melakukan “politically correct,” dan harus mengikuti trend (in the post-post modern era we have to be inclusive). Pertanyaan kami kembali, apakah pendirian ini memecahkan masalah yang ada? Atau malah merugikan dengan menyakitkan perasaan masyarakat yang merasa hal ini adalah miliknya, dan menjadi boomerang bagi partai Demokrat kelak. Apakah dengan meluluskan pendirian ini bisa menjinakkan “teroris” yang sebenarnya isunya dipakai sebagai bahan propaganda politik dimulai oleh Bush dan serikatnya, lalu diikuti oleh Obama dan SBY?


Kami sendiri tidak setuju jika hal ini dipolitisasi baik oleh lawan politik Obama, baik oleh Obama sendiri, ataupun siapa saja. Sangat keterlaluan jika ini dilakukan. Mengambil keuntungan di atas nyawa nyawa orang yang tidak bersalah. Tidak ada yang dipecahkan dengan pendirian ini. Janganlah kita sekedar melakukan “politically correct” for the sake of pluralistic society and religion. Ini bukan jawaban yang menyentuh akar masalah. Tapi perubahan paradigma politik luar negeri Amerika Serikat sedikitnya akan memberikan sedikit kesejukan bagi tatanan hidup dunia. Kami hanya mau kita merasa apa yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan, juga oleh masyarakat yang mengalaminya disana. Jawaban ada dimereka.


Pdt Mindawati Perangin angin Ph.D

Senin, 22 Maret 2010

KEBENARAN TIDAK PERNAH KALAH DARI KETIDAK BENARAN.

KEBENARAN TIDAK PERNAH KALAH DARI KETIDAK BENARAN.

Orang mengamini pernyataan ini tapi tidak hidup di dalamnya. Mengapa? Karena kita tidak sabar. Kita mau semuanya cepat terselesaikan. Sehingga mata ganti mata gigi ganti gigi. Hasilnya? Perpecahan dan kekacauan. Mengembalikan keadaan menjadi normal sudah memerlukan waktu yang lebih lama. Dan jika sudah ada luka, bekas itu tidak akan pernah sirna. Itukah maunya kita? Ketika kita katakana keledai tidak akan terperosok ke dalam lubang untuk kedua kalinya? Kita bukan hanya dua kali, bahkan berkali-kali.

Ketika manusia penuh ambisi, ia buta dan tuli. Makanya Yesus mengatakan ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Yang buta dan tuli ini bukan orang bodoh, bukan orang yang tidak mengenal rumah Allah, bukan yang bukan aktivis keagamaan, bahkan merekalah biangnya. Mereka pintar dalam kebodohan; mereka suci dalam kemunafikan; mereka aktivis Tuhan dalam kepalsuan, merekalah yang menyalibkan Ia.

Sejak awal Yesus tahu merekalah yang acap menggunakan firman Tuhan untuk menghukum sesama, dan mencari cari kesalahan siapa saja. Musuh utama mereka adalah yang tampil utama. Mereka tidak mau disaingi karena mereka mengclaim dirinya merekalah yang terutama dan yang harus menempati posisi itu. Dicarilah berbagai cara, dan mengkondisikannya yang berpuncak di Golgotha. Jangan bilang Allah membiarkan atau cuci tangan? Itu Pilatus. Allah memakai kebutaan mereka untuk menggenapi rancanganNya. Dinilah kemahakuasaan Allah, yang saat itu juga adalah keterbatasan manusia. Ketika manusia mengatakan bahwa ia menang, ternyata ia kalah; Bahwa ia tinggi padahal ia rendah.

Yang dihina, disiksa, dinista, yang di claim sebagai pembohong, pengacau, sok hebat, sok pintar, sok berani, sok apalagi--- dibalikkan menjadi--- ya mulut yang sama menyatakan, Ia anak Allah.

Penyerahan diri Yesus pada Penciptanya yang utuh penuh membuat pemenuhan rancangan Allah menghasilkan buah yang lebat sekali. Inilah intinya. Yesus tidak bereaksi atas semua yang dicerca padanya. Ia mengerti kelemahan manusia, untuk itu Ia datang, sehingga jika ia bereaksi atas semua ketidakbenaran yang ditujukan padanya ia sudah tidak Yesus lagi, ia sudah menjadi sama seperti mereka. Keimanan yang utuh penuh menghasilkan pernyataan, “Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.! Yesus percaya Bapanya adalah Tuhan yang hidup yang tidak akan membiarkan Golgotha sebagai penghinaan, tapi puncak kemuliaan sebagai titik tolak perubahan yang radikal, yaitu pandangan dan pola pikir manusia direbut Allah menjadi pandangan dan pola pikir Allah.

Dalam konteks dimana ketidakbenaran sangat berkuasa karena dimiliki banyak orang dan yang berkuasa, jangan gentar. Tidak ada hal yang baru bukan? Percayalah:
1.Mereka dalam keadaan buta dan tuli, anda berteriak mereka tidak dengar, anda
bertindak mereka tidak lihat.
2.Waktu akan menjawabnya, biarkan Allah kita yang hidup memainkan perannya. Dalam
semua situasi Allah disitu dan waktu Allah adalah yang terbaik buat kita semua.
3.Jika kita bereaksi atas semua ketidakbenaran yang dinyatakan pada kita, kita akan
menjadi sama dengan mereka, dan akan jatuh pada ketidakbenaran juga.
4.Dalam konteks begini anda menjadi sendiri, tersingkirkan dan terpojokkan, juga
tidak ada hal yang baru. Yesus juga ditinggal para murid yang sebelumnya mengklaim
sangat menyayanginya. Ingat Allah mu yang setia tidak pernah meninggalkan diri
kita.
5. Perbanyak berdoa dan bersekutu denganNya, sehingga kita mampu bertahan sampai Ia
mewujudkan rancanganNya.

Selamat melakukan perenungan menjelang Jumat Agung. Renungkanlah, apakah sebenarnya diri kita adalah bagian dari yang menyalibkan Ia.

Jumat, 12 Maret 2010

Let The Church Be The Church

Let The Church Be The Church



1. Hubungan Let the church be the church dengan GBP GBKP 2010-2015.

Let the church be church, Biarlah gereja tetap sebagai gereja, dalam arti biarlah gereja setia pada hakikatnya sebagai gereja. Mengapa ini menjadi judul tulisan kami? jawabannya adalah karena pernyataan inilah yang dikumandangkan sebagai dasar teologis Garis Besar Pelayanan (GBP GBKP) 2010-2015 yang akan dibahas di Sidang Sinode GBKP yang ke XXXIV pada tanggal 11-18 April di Sukamakmur. Jadi bagi seluruh jemaat GBKP umumnya dan peserta sidang Sinode khususnya, ada baiknya
Jika dasar pemikiran teologis ekklesiologis visi GBP GBKP 2010-2015 sudah disimak lebih dahulu sebelum kita putuskan di sidang Sinode bulan depan.

2. Let the church be the church sebagai dasar visi dan misi GBP GBKP 2010-2015.

Let the church be the church adalah dasar dari visi GBP GBKP lima tahun ke depan yaitu: BERLAKU SEBAGAI TUBUH KRISTUS.

Pengertian Berlaku sebagai tubuh Kristus dijabarkan dalam empat poin pengertian yaitu:

1. Terjadi transformasi pribadi tiap orang menjadi murid Kristus.(manusia baru)
2. Mendudukkan pengertian Gereja yaitu gereja adalah orangnya (being as a church).
3. Gereja mampu berdampak di dan bagi dunia (church is in the world and for the world) baik dalam relasi antar-gereja (intra church) dan antar-kepercayan (inter-faith)
4. Meningkatkan solidaritas, dan mengerti serta memberlakukan apa artinya solidaritas Kristus bagi seluruh ciptaan (church of the poor dan concern pada integration of creations yang menegakkan kebenaran dan keadilan).

Visi GBP 2010-2015 yang dijabarkan dalam empat (4) poin di atas diwujudkan dalam
a/ enam (6) misi yaitu:
1. Meningkatkan Spiritualitas Jemaat
2. Meningkatkan Teologia dan Peribadahan Jemaat
3. Meningkatkan Sikap Solidaritas Berdasarkan Penghargaan Terhadap Kemanusiaan
4. Meningkatkan Penegakan Kebenaran, Keadilan, Kejujuran dan Kasih
5. Meningkatkan Kwantitas Jemaat yang Terpercaya (kwantitas yang berkwalitas)
6. Meningkatkan Perekonomian Jemaat

Dan b/: THEMA sidang sinode 2010 yaitu : GALATIA 6:2a : Bertolong Tolonganlah Menanggung Bebanmu dan Sub Thema: Bersama-Sama Dengan Seluruh Jemaat Kita Tingkatkan Kehidupan Spiritualitas dan Solidaritas Untuk Kemandirian Teologia, Daya Dan Dana.

Keenam (6) misi GBP di atas diimplementasikan dalam lima (5) program tahunan yaitu:

1. Tahun 2011 : Meningkatkan Teologia Dan Spiritualitas (Mutu Ibadah)
2. Tahun 2012 : Meningkatkan Solidaritas Internal GBKP.
3. Tahun 2013 : Meningkatkan Solidaritas Eksternal (Ekumene Gereja Dan
Masyarakat)
4. Tahun 2014 : Meningkatkan SDM
5. Tahun 2015 : Meningkatkan sosial, Ekonomi,dan Budaya Jemaat



2. Apa dan mengapa let the church be the church sebagai dasar gerak kita lima tahun ke depan.

Mengapa Let the church be the church diangkat sebagai dasar visi lima tahun kedepan kita? Jawabannya adalah Karena latarbelakang pernyataan yang dikeluarkan oleh konperensi misi dan penginjilan sedunia ini yang mau menegaskan kembali agar gereja kembali ke barak (back to basics), mengena ke konteks GBKP yang berada dalam kegamangan untuk mengeksis dalam tiga konteks yaitu lokal, nasional dan global. Kegamangan dalam berupaya untuk tetap eksis di dunia ini membuat GBKP sudah hampir menjadi sama dengan dunia padahal gereja bukanlah bagian dari dunia walau ia ada di dunia namun ia harus untuk dunia (the church is in the world but not of the world but for the world).

Keberadaan gereja seperti ini memerlukan pelayan yang berintegritas yang harus selalu tinggal di dalam pemiliknya (Kristus), seperti ranting yang tidak akan bisa hidup jika lepas dari pohonnya. Jika tidak begini maka gereja sudah tidak menjadi gereja lagi, tapi institusi social, Serikat Tolong Menolong (STM); LSM atau bahkan organisasi politik. Hal inilah yang disoroti dan awal dari munculnya gereja-gereja evangelical versus gereja-gereja ekumenikal.

Keberadaan gereja di dunia bukan berarti kita kompromi atau menjadi sama dengan dunia. Salah besar!. Tapi bagaimana gereja harus menempatkan dirinya di dalam dan menjalin relasi dengan dunia.

Disatu sisi pernyataan ini mengharuskan kita untuk selalu memperbaharui metode pendekatan (methode approach) kita agar keberadaan gereja berdampak (church for the world). Disini gereja harus berorientasi pada kebutuhan (the need) orang yang kita layani, sehingga Agenda gereja (program dan prioritas kerja) harus selalu berubah berdasarkan need konteksnya/jemaatnya karena misi gereja tidak pernah berubah. Pola pelayanan dan ibadah yang belum terlampau memperhitungkan perubahan dalam masyarakat memerlukan terobosan dan inovatif. Di era global dimana dunia adalah pasar (market) membuat kehidupan menjadi sangat keras dan kompetitif, individualisme dan koncoisme meroket. Manusia yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan akan tersingkir. Di konteks begini manusia membutuhkan sentuhan personal dan ruang untuk bisa mengekspresikan rasa yang terkebiri selama ini. Sehingga pola ibadah dan pelayanan haruslah mengakomodasi kedua aspek ini, Juga jadwal kegiatan GBKP haruslah disesuaikan dengan kalender kerja masyarakat yang telah berubah. Pembinaan haruslah ditingkat dan pengadaan kurikulum yang berkesinambungan dari Ka-Kr hingga Moria-Mamre haruslah diadakan juga layak mulai dipikirkan untuk
Metode pembinaan yang memperkuat basis di sektor-sektor sehingga peranan penatua dan diaken sangat penting.

Disisi lain pada saat yang bersamaan gereja harus mampu menjabarkan Tuhan yang tidak berubah di konteks dunia yang terus berubah. Ini berarti gereja bukan sekedar mengiyakan apa yang dunia katakan, malahan gereja harus mengatakan apa yang terbaik bagi dunia dalam terang apa yang direncanakan dan dikehendaki Allah bagi dunia ini. Dan ini sering kali berarti harus menentang dan menantang roh-roh zaman yang cenderung menghanyutkan dunia. Disinilah gereja harus mampu memberikan alternative lain kepada dunia melalui pelayanan,kesaksian dan persekutuannya. (sehingga tidak perlu memunculkan aliran fundamentalisme dalam gereja). Untuk ini gereja harus menguasai “bahasa” dunia, dalam arti sosal, politik, ekonomi dan budaya dll

Berdasarkan kedua sisi ini maka gereja haruslah multi purposes dalam arti harus menampilkan ibadah dan diakonia yang menjawab kebutuhan jemaatnya dan inilah marturianya; dan koinonianya hendaklah menjadikan setiap jemaat menjadi being as a
church sehingga mampu mewujudkan dalam tingkah laku, tutur kaya, sepak terjang yang menyatakan kasih Allah kepada dunia ini, dan berani memberitakan injil yang menuntut dan harga pasti bukan membuai (etika yang either or, istilah kami, bukan both and). Disinilah maka kita tampilkan GBKP sebagai church of the poor not for the poor dan menempatkan Meningkatkan Penegakan Kebenaran, Keadilan, Kejujuran dan Kasih
tetap dalam misi GBP lima tahun ke depan.

Ingatlah bahwa gereja adalah alat bukan tujuan. Gereja adalah alat Allah untuk mewujudkan misinya menghadirkan kerajaanNya di atas dunia ini (bandingkan: Sehingga tercipta langit dan bumi yang baru wahyu 21). Sehingga gereja hanya menyampaikan maunya Allah, bukan maunya kita. Sebagai alat, gereja hanya menjadi penting jika ia menjalankan fugsinya yaitu menyampaikan misi Allah, pembawa kabar baik (euanggelion). Sehingga jika gereja tidak berfungsi seperti ini ia menjadi insignifkan. Gereja bukanlah bertujuan untuk dirinya sendiri; memperbesar dan memperkuat dirinya sendiri. Sikap seperti ini berlawanan dengan sikap solidaritas yang ditunjukkan Allah dalam memberikan anakNya tunggal (Yoh 3:16) dan Golgotha. Tapi Gereja sesuai dengan pengertian ek-kalio, dipanggil keluar maka setiap jemaat as being a church dipanggil untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia melalui tiap pribadi anggota jemaat yang mengakui dirinya sebagai pengikut Kristus haruslah hidup berdasarkan injil (hakekat manusia baru yang hidup dalam roh- being as a church).

Jika tiap jemaat berpola tindak seperti ini maka akan terwujud persekutuan gereja yang hidup di dalam dan dengan Kristus, dimana iman harus diekspresikan; Seseorang tidak dapat mengclaim mendengar suara Tuhan tanpa mampu mendengar ratapan seluruh ciptaan; Seseorang tidak dapat mengatakan telah menerima terang tanpa memancarkan terang itu. Disnilah Gereja sebagai tubuh Kristus mewujudkan ulang kuasa kristus, sehingga pelayanan gereja menjadi kesaksian.

Berdasarkan pemaparan di atas maka GBKP lima tahun ke depan haruslah menjadi
bukan yang eksklusif dan ekspansif tapi inklusif, inspiratif dan rekosiliatif, disinilah ia berperan dengan gaya yang menghamba siap mengabdi kepada semua dan haruslah ia:

1. Berkesadaran identitas yang kokoh (teologia kontekstual dalam hubungan let the church be the church).
2. Memiliki visi yang jelas (agar mampu mempertahankan identitasnya sebagai
gereja)
3. Peka dan tanggap dalam perubahan situasi (church for the world)
4. Oikumenis (gereja sebagai milik Kristus, church of Christ)
5. Kepedulian sosial dan berwawasan kebangsaan yang tinggi (solidaritas yang
kontekstual)
6. Kepemimpinan yang efektif, aspiratif, partisipatif dan kolektif (management
kepemimpinan)
7. Partisipasi warga jemaat yang luas (being as a church)
8. Spiritualitas yang bersolidaritas (berketaatan penuh kepada Allah dan kasih
kepada manusia)



Selamat bersidang sinode. Wujudkanlah being as a church , BERLAKU SEBAGAI TUBUH KRISTUS selama mengikuti persidangan ini, sehingga segala sesuatu yang terjadi selama sidang sinode GBKP yang ke XXXIV ini adalah dari dan untuk kemuliaan nama sipemilik gereja saja, yaitu Kristus Tuhan kita. Amin.

Jumat, 19 Februari 2010

Catatan at the Changi Airport, Singapore

Dear all,
Karena ada waktu (abis nge FB di Changi airport, daripada shopping kan bagus kerja atau nge FB)- saya mau share beberapa komentar.
1. Gembira sekali ada Galeri buku Karo, bagus jg jk tdk hanya GBKP oriented tp semua yg ada karonya, semisal penulisnya org karo buku atau artikel apa saja, rsd. Turang Martin, engkai la upayaken ndu kerina buku enda banci ibaca online?
2. Saya sbgai seorg pemula FB jadi ketawa ktka melihat home FB ini jadi aneka warna, dalam arti semua kita share our friends. Semisal semua teman saya menjadi teman kalian. Yg saya ketawa krn byk teman sy yg diluar complaint katanya, lihatlah apa yg sy kopi: "I went on your Facebook – BUT GUESS WHAT – it’s all in Indonesian!! I enjoyed some of the pictures..."--- ha ha kalau lah mereka tau bahwa di dalam itu juga banyak bahasa karo--. Sebentar alumni SMP Neg I n SMA Neg I Medan jg akan menuliskan Minda, it is too much in Karonese! padahal tanpa setahu saya, cita-cita saya yg memadukan 3 konteks yg bisa berdialektika resiprok tercipta dalam FB ini! Tanpa saya duga mulanya- bahkan dialog intra church n inter-faith ada di FB ini-- kaya sekali. Tanpa kita mendiskusikannya tapi kita sdh live in the pluralistic way of life, itu hanya bisa terjadi krna our way of thinking sdh begitu! Jadi selamat ber FB n gunakanlah fasilitas ini utk mengembangkan dirimu. Ingat always Do Your Best. N today must be better than yesterday n tomorrow must be better than today!

Saya mau ke Bookstore dulu liat buku terbitan terbaru yg lagi dipromosikan oleh mega-industri-- ukh, untuk menentukan buku yg bagus pun masyarakat sudah didikte industri, mau lagi didikte!


Komentar:

Saya juga baru seminggu ber-FB, belum mahir memaksimalkan pemanfaatannya. Pada dasarnya saya lebih suka "konsultasi" dengan "tulang" Google, baca situs-situs web dan kirim tanggapan, kirim email, baca blog. Diskursusnya fokus dan informasinya bermanfaat. Setelah kasus Prita, saya masih menimbang. Tetapi ketika muncul kasus buku "Gurita Cikeas", ... See moreusulan Gus Dur jadi pahlawan, komentar penginjil Pat Robertson tentang gempa Haiti yang dikaitkan dengan "divine curse", dan sederet skandal yang terjadi di tanah air, saya mulai tanya kiri-kanan. Pertimbangan lain, kini kita memasuki era global serba digital dan multi-media. Salah satu ciri masyarakat era ini adalah afiliasi dan sosialisasi dengan komunitas maya. Connecting, networking, communicating, informing dan sharing issues. Termasuk, bagaimana kalau Minda berkiprah di lingkungan nasional di masa-masa mendatang dan bukan "glocal" (global-local) dan kita dukung? Jujur saja, kalau FB dimanfaatkan sekadar "asbun" (asal bunyi), mubazir, cuma buang waktu. Have a nice trip!
27 January at 14:33 · (Rainy MP Hutabarat).

Hi Rainy,

Senang sekali bisa komunikasi lagi dgn teman senat mahasiwa STT Jakarta dulu. Dimana teman lama kita dulu? Nona Risakota, Novembri dl yal? Masih nulis mbak? Saya kamu sebut glocal? Ha--ha dari kabanjahe tembak New York, Amsterdam, london dll ya-- tulisan saya kan selalu menyentuh aspek nasional.

Saya ini kan sebenarnya akedemisian, dan kalian yg jatuh dalam politik kepentingan, sehingga mengorbankan idealisme. Dan itu kan sangat berdampak bukan hanya ke wibawa kekristenan di tanah air ini tapi juga bargaining power kita. Masak kekacauan dalam penegakkan Pancasila n UUD 45 tidak bergigi lagi kita. We have been depending too much on the moderate wings NU and Muhamadiyah statement's. SDM kita kacau balau, dan kita biarkan begitu, malah kita berkontribusi untuk itu ketika memilih pimpinan yang kita tahu sebenarnya belum atau kurang layak bukan. ... See more

Dimanapun saya berada saya hanya mau memberikan yang terbaik yg saya miliki, no matter where it is. Dan saya memang merasa tertantang di GBKP. Teman saya banyak yg bilang kok mau Ph.D Amerika tinggalnya di Berastagi. Inikan pertanyaan org2 yg belum tau bahwa dalam konteks global begini yg diperkuat adalah sektoral lokal agar mandiri dan mampu tidak hanya survive tapi berdampak dalam arus kekuatan multi-cooperation. Kelompok Amerika Latin telah membuktikannya, why dont we try?

Wah jika tdk di stop saya akan bisa buat ceramah di note saya utkmu. Saya kangen kita bertemu diskusi, dimana lagi kelompok intelektual kristen yg ada dulu ya? keep in touch via FB, nanti setiba di Vienna sy akan FB kamu lagi. Salam buat semua teman dulu. Kirimin aku semua buku yg kamu tulis with no charge! mauliate godang inang
27 January at 15:45 · (Minda P)

Komentar atas Komentar

Tidak tau mengapa ketika menunggu telepon dari seorang yang berjanji menelpon malam ini, saya iseng membuka google dan mencek nama saya sendiri. lalu saya berhenti dibagian yang mengkomentari tentang artikel yang saya tulis yang berjudul Kemandirian Daya dan Teologia...di group itu diberi judul GBKP dan kekaroan Jemaatnya. Karena tertarik saya membuka bagian itu dan ternyata bagian itu adalah dan menjadi topik diskusi yang cukup panjang di GBKP yahoo group yang memang jarang saya baca. Saya baca komentar-komentar itu. Banyak yang bersifat praktis dan emosional yang acap saya katakan sikap seperti ini hanya membawa kita "no where." Dwipa cukup mengerti arah artikel, namun di penghujung, jatuh kepada masalah pendekatan yang adalah metode bukan substansi. Untuk mengerti apa yang dimaksudkan seorang penulis, adalah sangat menolong jika membaca keseluruhan artikelnya, dan membaca semua tulisannya. Sehingga bisa menangkap intisari atau pokok pikiran yang ditawarkan. Tulisan saya biasanya mengajak orang untuk melihat dan mempersiapkan GBKP ke depan (church with the future). GBKP yang ada kini seharusnya sudah disiapkan oleh para pemikir GBKP yang bekerja 15-20 tahun yang lalu. Untuk mengkaji bagaimana GBKP nanti agar ada dan bermakna haruslah memadukan pemahaman ekklesiology dengan analisa konteks dari sudut anthropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan politik. Met malam.

Well, senang membaca tulisan singkat ini Mam. Prof. Augustine and MP memberi saya banyak pemahaman ttg de-contextualizing dan re-contextualizing theology. Saya menyadari tugasndu dan teolog GBKP tidak ringan untuk merekonstruksi Teologia Karo bagi GBKP. Tuhan tetap sinampati.
10 December 2009 at 17:39 Erdian Sembiring Kembaren

Kerajaan Allah vs Kerajaan dunia? Antagonis Atau Dialektikalkah?

Kerajaan Allah vs Kerajaan dunia? Antagonis Atau Dialektikalkah?

Perwujudan Kerajaan Allah yg dicitakan Yesus bisa dimengerti seperti konsep invisible church, dan kita yg berada dalam kerajaan dunia, dalam pengertian Calvin haruslah lebih menekankan konteks visible church. However pola pikir, ucap dan tindak dlm konteks visible church harus dalam terang dan arah invisible church ini.

Maka, jika kita setuju bahwa kerajaan Allah bukan antagonis kerajaan dunia, tapi berdialektika, nah ini!! Gereja harus berperan sekali di dalam menerangi arah kerajaan dunia agar perlahan tapi nyata tertransform menjadi kerjaan Allah, kan ini misi pengikut Kristus seluruh dunia, yaitu mewujudkan visi itu, yaitu mewujudkan kerajaan Allah di atas dunia ini.

Nah persoalannya jika berperan menerangi dan menentukan arah maka gereja harus

1. mampu berdialog dengan pemerintah juga semua badan trias politikanya (lihat konfesi GBKP), gereja menguasai bahasa sosial, politik, budaya dan ekonomi selain teologia tentu.

2. Mampu membimbing/mengarahkan agar kesemua badan bekerja untuk people (rakyat) atau bahkan kini untuk keseimbangan semua ciptaan. Inilah arti Golgota, untuk manusia. Kuasa yg dimiliki Yesus yg diberi oleh BapaNya untuk memulihkan kemanusiaan. Itu juga tugas eksekutif, legislatif dan judikatif kita.

Persoalannya adalah orang-orang yang terpilih di ketiga tempat ini kebanyakan bukan pilihan Allah, tapi terpilih karena kekuatan uang, dll- lihatlah apa yg dimuat SIB tgl 5 february sy cuplik:

dari sejumlah anggota DPRD Karo menyebut, Parpol tertentu telah memasang tawaran tarif kepada balon-balon bupati ke depan berkisar Rp300 juta sampai Rp500 juta/kursi kalau kandidat tertentu ingin maju dari jalur politik. Menurut oknum para anggota dewan dari berbagai Parpol yang meminta tidak menyebutkan identitas ini, menambahkan bahwa, tingginya tarif tersebut tidak terlepas dari besarnya biaya tertentu yang harus dikeluarkan oknum tersebut selama masa-masa kampanye sampai berakhirnya Pemilu Legislatif, 9 April 2009 silam.

Sehingga tujuan mereka di dalam masa bakti mereka yg utama adalah balik modal. Rakyat nanti dulu. jika sekarang orang karo ribut soal harga jeruk, dll, salah siapa? ini adalah dosa komunal, dosa kita semua. Kita menerima uang mereka, dalam wujud apapun juga. Siapa yg tdk merasa berdosa, silahkan yg pertama lempar batu ke perempuan itu kata Yesus. Yg paling gampang adalah menuding kesalahan orang lain, salah anda dan saya (kita) bagaimana? La lit sibujur, sada pe lang. Kerina enggo nilah.

Terus terang GBKP gagal dalam membina spiritualitas jemaatnya. Bukankah banyak anggota GBKP yang subjek dalam ketiga lembaga itu dan yang juga sebagai pemilih (voters) kemaren? Kita selalu lupa bahwa Yesus tidak "asbun" ketika Ia mengatakan di kayu salib, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Aristoteles juga mengatakan itu. Kita? diampunikah? karena kita tahu apa yang kita perbuat. Bahkan kita memakai kesempatan ini sebagai aji mumpung- sehingga terjadilah perputaran uang yg bermotifasi ketidakbenaran- bila kebenaran sebagai out put dari ketidakbenaran? Never!

Lalu bagaimana? jika kita masih berani mengclaim bahwa kita adalah pengikut Kristus maka kembalikan Kerajaan Allah sbgai penerang dan arah kerajaan dunia ini. Kita sdh diberi kemampuan untuk tampil beda, krna Kristus telah mmberi contoh Golgota yg bukanlah anugerah murahan (cheap grace, Dietrich Bonhoeffer). Hentikan semua permainan uang yg hanya mmbawa kita pada maut! Kesenangan yg kita dapatkan dgn uang dari sini hanyalah sesaat, krna uang itu bukan dari dan buah ketulusan. Kekuasaan/jabatan yg kita dapatkan dari hasil uang tadi juga tidak akan mmbawa kebahagiaan pada siapapun, Malah tekanan. Kembalikan semuanya pada aspek panggilan dan pilihan Allah serta jabatan itu adalah mandat Allah untuk melayani. Semakin tinggi jabatan kita semakin melayani kita. Jika kita mengembalikan aspek ini ketempatnya kembali, maka hal-hal lainnya akan ditambahkan padamu, kata Yesus.

Tunjukkan bahwa orang karo adalah orang yg hidup tapi hidup. Krn hanya yg hidup ada pertumbuhan. Yang lalu biarkan berlalu, hari ini n esok disongsong dgn optimis dan positif. Remember, today must be better than yesterday n tomorrow must be better than today. Lalit simetahat ibas Dibata.

Komentar:

Zaman internet, dualisme sudah gugur. Meminjam Pak Eka, paradigmanya "both... and... (bukan either... or...) Golden way (Jalan Kencana) adalah dialektika. Minda, bagi dong ceritamu dari Eropa sana! Masak sih kamu suruh aku mengorek-porek Calvin. Dasar dosen, hehee.. (Rainy MP Hutabarat).

Good analysis Mam. Jadi klo GBKP gagal dlm membina spiritualitas jemaatnya, dimanakah letak kesalahan dalam pembinaan tersebut? Apakah pada system yg kita punya, metode yg kita pakai, pengajaran yg belum membumi atau pada orang yang membinanya? Moga-moga saya salah tidak pada semua bagian dari proses pembinaan itu. Kalaupun begitu, ya harus segara ... See moredi benahi, di rekonstruksi, di restrukturisasi agar tidak mengakar terlalu dalam, kasian jemaat kan Mam? Sebab mereka yg akan selalu menjadi korban dari semua ketidak beneran ini sehingga mereka tidak merasakan hadirnya syalom dan kerajaan Allah ditengah tengah mereka.
06 February at 22:24 · (Erdian Sembiring).

secara sederhana Kerajaan Allah mencakup seluruh dunia ciptaannya, oleh karena itu kerajaan dunia harus dikritisi sebagaimana mestinya yang dikehendaki Allah sang Kreator dan yang empunya jagad raya. Jadi dengan demikian tanggungjawab manusia adalah tetap menjaga dan memelihara ciptaan itu sendiri dengan konstruktif pemikiran dan aksi nyata.Tuhan Berkati Miss Minda dan Kita semua.. Amin..
07 February at 15:38 · (Edward Manalu)